Harga Gabah Anjlok Akibat Pandemi, 30 Ribu Petani di Situbondo Terancam Rugi

Panen padi di Situbondo/RMOLJatim
Panen padi di Situbondo/RMOLJatim

Kendati sudah melewati masa panen raya, harga gabah di kabupaten Situbondo, Jawa Timur justru mengalami penurunan yang sangat signifikan. Harga gabah ditingkat petani, saat ini berkisar pada Rp 3.800 hingga Rp 4000 untuk gabah kualitas super.


Padahal, sewajarnya, harga gabah bisa tembus hingga Rp 4.800 hingga Rp 5.200 untuk kualitas gabah super. Jika harga gabah masih bertahan dibawah Rp 3.900, bisa dipastikan biaya produksi tidak akan mampu tertutupi.

"Kalau harga gabah super itu 4 ribu rupiah mas, kalau kualitas standart ya harganya paling mahal 3.800 rupiah. Itu belum potongan kekeringan gabah, semakin basah gabah maka semakin tinggi potongan beratnya," terang Ahmad, salah satu pengepul gabah, di Situbondo, kepada RMOLJatim, Jumat (2/6).

Masih menurut Ahmad, turunnya harga gabah terjadi diluar panen raya akibat rendahnya daya jual beras, faktor pandemi COVID-19 salah satu pemicu dominan.

"Kami mengikuti harga dari pasaran, sekarang daya beli gabah memang rendah. Kalau harga gabah tinggi, kami tetap ambil tinggi juga ke petani," tutupnya.

Sementara itu, Komisi II DPRD Situbondo mengaku menerima banyak pengaduan petani dari wilayah tengah di Situbondo. Pihaknya tidak menampik, jika petani mengeluhkan harga gabah yang sedang tidak berpihak kepada petani.

"Petani padi masa panen ke dua semuanya rugi, karena harga gabah yang cuma 3800 rupiah, dan beras masimal 7500 rupiah. Setelah kami ke selep ternyata disitu beras tidak jalan, alasannya bulog tidak mengambil beras dari selep yang ada, meski bantuan kepada masyarakat miskin tetap berjalan," ujar anggota Komisi II, Suprapto.

Masih menurut politisi PKB ini, keluhan yang disampaikan petani, bisa dipastikan juga mewakili 30 ribu petani di Situbondo. Artinya, seluruh petani dipastikan rugi pada masa panen kedua saat ini.

"Ya karena harga gabah kering sawah itu turun terus, sehingga tidak nutut antara biaya tanam dengan harga jual gabah, kami berharap ini segera disikapi agar pemerintah mencarikan solusinya," tutupnya.

Dilain pihak, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) tidak menampik jika harga gabah ditingkat petani mengalami penurunan.

Kepala DTPHP, Sentot Sugiono menuturkan, jika pandemi COVID-19 memang berupaya mempertahankan kebutuhan pangan agar meningkat, namun sayang ternyata daya beli masyatakat justru mengalami penurunan.

"Dengan adanya ledakan covid banyak pengusaha seperti restoran dan hotel kan tutup, padahal daya beli dua sektor itu cukup tinggi. Akibatnya, serapan gabah atau beras juga dengan stok yang melimpah masih banyak sisa," ujar Sentot, melalui rekaman suara yangbditerima RMOLJatim.

Bagaimana dengan Bulog ? Sentot menjelaskan jika pihak bulog hanya siap menerima 1000 ton beras, bukan gabah. Sementara petani kebanyakan langsung dijual kepada pedagang di sawah.

"Yang menyebabkan terkendala itu sarana pra sarana yang harus ditingkatkan, agar petani bisa menjual berasnya bukan gabahnya, bulog menerima dalam bentuk beras, artinya mau beli tetapi beras," ulasnya lagi.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sendiri masih terus mencari cara, bagaimana harga gabah atau beras bisa tetap stabil untuk menjaga agar petani tidak rugi. 

"Beberapa hari lalu rapat dengan Bapak Bupati, salah satu gagasan bupati itu bagaimana ASN ini bisa membeli beras ke petani langsung, beberapa ide juga dibahas dan ini masih terus diupayakan untuk menjaga harga gabah," tuturnya kagi.

Banyaknya stok beras, juga menjadi alasan kenapa harga gabah itu kian merosot. Secara hitung-hitungan diketahui, jika stok pada panen pertama ternyata masih belum terjual ke pasaran meski sudah memasuki musim panen kedua. Akibatnya, stok gabah kian menumpuk sehingga harganya menjadi merosot.