Welgeduwelbeh Berbisnis Mayat

Prabu Pathokol Baworsari, Welgeduwelbeh dan Pandu Pragolamanik/Repro
Prabu Pathokol Baworsari, Welgeduwelbeh dan Pandu Pragolamanik/Repro

BAGONG NJAMBAL (36)

PRABU Pathokol Baworsari bertanya ke Prabu Welgeduwelbeh soal banyaknya kematian akibat pagebluk di negeri Lojitengara. Sebab Pathokol Baworsari curiga kematian demi kematian itu sengaja direncana.

“Apa betul Prabu Welgeduwelbeh, banyaknya kematian akibat pagebluk itu disengaja. Rumornya begitu?” Tanya Pathokol Baworsari.

“Siapa yang bilang begitu. Biar tak penggal kepalanya?”

Welgeduwelbeh mulai mengeluarkan taringnya. Tidak terima disebut penyebab kematian orang-orang akibat pagebluk. Kalau dia memanfaatkan pagebluk untuk mengeruk keuntungan, memang diakuinya.

“Aku cuma bilang rumor. Kasak-kusuk di luar. Yang bilang begitu pasti tidak suka dengan pemerintahan Prabu Welgeduwelbeh,” timpal Pathokol Baworsari, ratu jelmaan Bagong.

“Iya benar itu. Saat ini banyak yang tidak suka dengan kepemimpinanku. Kerajaan-kerajaan seperti Ngamarta dan Dwarawati selalu menyerang kepemimpinanku. Mereka tidak suka Lojitengara dipimpin ratu sekelas aku. Makanya telah kusebar telik sandi untuk menangkal rumor-rumor itu,” balas Welgeduwelbeh.

Prabu Pandu Pragolamanik ikut bersuara.

“Apa tugas telik sandi?” Tanya ratu jelmaan Gareng ini.

“Mereka bertugas mengamankan negara. Membuat goro-goro. Menggiring opini ke masyarakat. Kalau sampai masyarakat sadar soal pagebluk, bisa berbahaya kerajaan ini. Mereka bisa berdemo. Karena itu mumpung suasana masih pagebluk, momen ini aku jadikan alasan untuk memecah masyarakat,” kata Wegeduwelbeh terkekeh-kekeh.

“Jadi tugas mereka menyebar berita bohong,” balas Pandu Pragolamanik.

“Ya, dengan buzzeRp kita sebar hoax-hoax ke masyarakat.”

Kedua ratu bingung mendengar istilah buzzeRp dan hoax.

“Maaf Prabu, buzzeRp dan hoax itu makanan apa?” Tanya Pandu Pragolamanik.  

“Ha…ha…ha…ha…kalian sebagai ratu tidak tahu istilah itu. Payah. Sebentar.”

Welgeduwelbeh lantas memanggil patihnya. Dia sebenarnya juga tidak tahu. Keduanya lantas berbisik-bisik.

Tampak Welgeduwelbeh manggut-manggut mendengar penjelasan sang patih.

BuzzeRp dan hoax itu istilah dari negeri seberang. BuzzeRp itu pendengung, kalau hoax itu berita bohong.”

“Oh, jadi pagebluk bohong?” Pathokol Baworsari menimpali.

Mendengar pertanyaan itu, Welgeduwelbeh bingung lagi. Ratu jelmaan Petruk itu tidak langsung menjawab. Hanya terdiam. Lumayan panjang berpikirnya.

“Pertanyaan Prabu Pathokol Baworsari sebenarnya sulit dijawab. Aku sebenarnya tidak tahu pagebluk ini. Kata orang pagebluk semacam wabah yang diciptakan dari negeri seberang. Aku juga tidak tahu apakah pagebluk ini mematikan atau tidak. Yang kutahu pagebluk bisa dimanfaatkan untuk menakut-nakuti rakyat. Aku tidak akan membiarkan rakyatku berpikiran bahwa ratunya tidak becus bekerja, ha…ha…ha…,” Welgeduwelbeh tertawa lagi.

“Terus bagaimana dengan kematian-kematian itu?” Pathokol Baworsari bertanya lagi.

Ah, itu semua kematian biasa. Setiap hari pasti ada orang mati, ada pula yang lahir. Bedanya, sekarang kematian-kematian itu kita kumpulkan jadi satu. Sehingga kesannya banyak. Di situ orang akan mengira kematian-kematian itu disebabkan pagebluk. Padahal aku sendiri tidak tahu apakah pagebluk itu ada atau tidak. Buktinya aku sekarang sehat-sehat. Kalian juga sehat.”

Persis dugaan Pathokol Baworsari. Ratu Lojitengara itu sedang berbisnis pagebluk. Yang paling mengerikan, Welgeduwelbeh menggunakan mayat-mayat untuk berbisnis.

Awalnya menyebar hoax seolah-olah pagebluk mematikan. Orang-orang sebenarnya mati gara-gara tidak tertangani penyakitnya, bukan karena pagebluk. Kemudian dibuatlah woro-woro dengan heboh.

Mereka yang mati dimakamkan di satu tempat. Sehingga kesannya banyak. Heboh. Ramai. Viral. Padahal ada juga ribuan orang yang sembuh dari pegebluk. Hal ini tidak dianggap.

Kematian jadi ladang bisnis menjanjikan bagi Kerajaan Lojitengara. Anggaran negara dibuat bancakan untuk berbisnis pagebluk. Mulai biaya pengobatan, mendatangkan obat dari negeri seberang hingga proses pemakaman. Semua dibisniskan. Semua yang mati dipageblukkan.

Padahal saat orang-orang itu masih hidup, mereka tidak pernah tertangani dengan baik. Banyak yang diterlantarkan. Tidak ada rumah-rumah tabib yang menerima orang sakit. Alasannya rumah-rumah tabib penuh dengan orang sakit.

Dan, karena sakit bawaan tidak tertangani, mereka mati nelangsa. Bahkan ada wanita hamil mati beserta janinnya. Orang-orang mulai takut mendatangi rumah tabib. Akhirnya memilih tidak berobat dan mati di rumah.

Para tabib lantas berlomba-lomba memanfaatkan pagebluk untuk mengeruk keuntungan. Ketika satu persatu orang-orang mati, negeri Lojitengara ribut mengurus mayat. Jenazah dibuat antre panjang.

Lagi-lagi, semua yang mati dianggap akibat pagebluk. Kematian-kematian itu dikumpulkan jadi satu sehingga mengesankan bahwa pagebluk mematikan.

Moral mereka benar-benar rusak. Tidak ada welas. Perikemanusiaan hilang. Yang ada di pikiran mereka hanya bisnis. Welgeduwelbeh sengaja merusak moral-moral itu.

Sementara para tabib yang berargumen pagebluk tidak berbahaya, langsung dijebloskan penjara. Mereka diintimidasi. Setelah ditakut-takuti, mereka dibebaskan bersyarat tanpa proses peradilan. Ujung-ujungnya para tabib itu disebut gila. Menyedihkan.

Pemerintahan Welgeduwelbeh tidak punya argumen kuat untuk melawan tabib penolak pagebluk. Kadang, Welgeduwelbeh membayar pendengung sesama tabib untuk menangkal woro-woro yang diargumenkan tabib penentang pagebluk. Cara yang culas.

Pathokol Baworsari menduga, tujuan Welgeduwelbeh menyebar hoax ke masyarakat supaya mereka takut dengan pagebluk. Setelah itu, Welgeduwelbeh menugaskan cecunguk-cecunguknya dan kerajaan sekutu yakni Ratu Ngastina dan bala Kurawa, membuat aturan dengan banyak istilah. Berlevel-level. Tidak jelas.

Rakyat dipaksa mengikuti aturan. Tidak boleh berkerumun. Semua harus tutup hidung dan mulut. Aturan dibuat agar Welgeduwelbeh bisa terus berbisnis pagebluk. Selain itu, aturan dibuat sebagai pengalihan isu bahwa Ratu Lojitengara tetap dianggap bekerja dan peduli dengan rakyat.

Prabu Pathokol Baworsari atau Bagong sebenarnya mau menjerit melihat penderitaan rakyat Lojitengara. Tapi, tidak bisa. Sebab dia sedang menyamar sebagai ratu. Tujuannya untuk memerangi Welgeduwelbeh.

Ontran-ontran yang dibuat Welgeduwelbeh tidak hanya di Kerajaan Lojitengara, melainkan telah menyebabkan kegaduhan ke hampir seluruh negeri.

Kerajaan-kerajaan yang belum tunduk pada Lojitengara seperti Ngamarta, Dwarawati, Mandura hingga Pringgadani, turut terkena imbasnya. Hampir seiisi negeri takut dengan pagebluk. Wajar jika kemudian Ratu Dwarawati menugaskan Bagong untuk menumpas Welgeduwelbeh dan cecunguk-cecunguknya.

Bersama Gareng, Bagong dipoles oleh Batara Narada menjadi Ratu Pathokol Baworsari dari kerajaan Giri Kadasar, dan Gareng menjadi Ratu Pandu Pragolamanik dari kerajaan Paranggumiwayang. Sayangnya, mereka tetap tidak bisa bisa mencari celah melawan Welgeduwelbeh.

Ratu Loijitengara itu terlalu pandai bermain taktik. Dari luarnya saja dia tampak kalem, lugu, dan ndeso. Sebenarnya dia ratu licik dan kejam.

Selama ini Welgeduwelbeh selalu dilindungi Ratu Duryudana. Ratu Ngastina itu yang paling getol membela Welgeduwelbeh. Cuma, Duryudana membela sekutunya demi kepentingannya sendiri. Bala Kurawa digerakkan sebagai telik sandi untuk menyebar hoax dan menumpas pengganggu-pengganggu kerajaan. Bahkan Duryudana sendiri sering menyebar hoax dan bilang pagebluk terkendali dan aman. Dia ditugaskan Welgeduwelbeh menjadi bos para cecunguk untuk menangani pagebluk.

Kini, Pathokol Baworsari dan Pandu Pragolamanik berhasil mendekati Ratu Lojitengara. Kedua ratu jelmaan Punakawan itu tetap harus pandai mencari celah melawan Welgeduwelbeh. Mereka tidak mau grusa-grusu, sebab bisa membuyarkan penyamarannya.

Meski Pathokol Baworsari dan Pandu Pragolamanik telah didandani Betara Narada dan diberi kesaktian, namun keduanya tidak yakin bisa mengalahkan Welgeduwelbeh dalam adu kesaktian. Apalagi ratu jelmaan Petruk itu mengusai pusaka Pandawa Jamus Kalimasada. Ini yang tidak diketahui Pathokol Baworsari dan Pandu Pragolamanik.

Menariknya, saat para Punakawan itu bertemu dan sama-sama menjadi ratu, baik Pathokol Baworsari dan Pandu Pragolamanik tidak mengenali Welgeduwelbeh. Dan sebaliknya.   

“Jadi rencananya bagaimana Prabu Welgeduwelbeh, apakah Lojitengara bisa membantu menaklukkan Ngamarta dan Dwarawati?” Tanya Pathokol Baworsari sekedar mencari alasan.

Welgeduwelbeh masih berpikir. Seandainya dia menyerang kedua negara tersebut, Pandawa dan Kresna tidak akan turun tangan. Anak-anak lancur Pandawa juga tidak akan turun ke medan laga. Sebab sebelumnya mereka dikalahkan oleh Welgeduwelbeh. Kesaktian mereka tidak ada apa-apanya.

Akan tetapi, Kresna yang dijuluki Ratu Sosrosumpeno alias ratu dengan paningal sewu, pasti sudah mengetahui sejatinya Welgeduwelbeh. Dia akan menugaskan Bagong dan Gareng. Dan yang tidak bisa dihindari, dalam peperangan nanti Welgeduwelbeh akan bertemu Semar. Pastilah Welgeduwelbeh tidak mau itu terjadi. Dia khawatir penyamarannya sebagai ratu terbongkar.

“Mereka ratu-ratu syirik dengan kepemimpinanku. Kalau sampai aku bertemu Semar, dia pasti akan mengenaliku. Aku tidak mau kepemimpinanku dilengserkan keprabon oleh Semar. Aku sudah hidup enak di Lojitengara. Semua kerajaan tunduk padaku,” batin Welgeduwelbeh.

“Bagaimana Prabu?” Pathokol Baworsari menunggu jawaban Welgeduwelbeh.

“Kalian menginap saja di sini. Patih, siapkan kamar untuk sekutu-sekutuku. Besok kalian akan mendapatkan jawaban dariku,” sahut Welgeduwelbeh.[bersambung]  

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim