Golkar Usul Ambang Batas Parlemen Dinaikkan Jadi 8 Persen

Ketua Komisi II DPR RI fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat menjadi narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan CSIS/Repro
Ketua Komisi II DPR RI fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat menjadi narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan CSIS/Repro

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold idealnya harus ditambah dan berlaku di tingkat nasional keseluruhan, bukan hanya di tingkat pusat semata.


Pasalnya, sejak era reformasi sampai sekarang sudah 23 tahun, proses alamiah seleksi aspirasi politik di masyarakat melalui partai politik perlu ditingkatkan.  

Demikian disampaikan Ketua Komisi II DPR RI fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat menjadi narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan CSIS bertajuk "Menimbang Sistem Pemilu 2024: Catatan dan Usulan" Senin (1/11).  

"Karena itu kami juga sepakat bahwa parliamentary threshold itu akan ditambah, harus ditambah," kata Doli Kurnia, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan, di dalam draf UU Pemilu telah ditetapkan 5, 4, 3,5 persen Parliamentary Threshold di tingkat DPR RI. Kemudian 4 persen di tingkat provinsi, dan 3 persen di tingkat kabupaten/kota.

"Di rancangannya sudah kita buat itu. Yang kedua adalah district magnitude, jumlah besaran kursi per Dapil," tuturnya.

Jadi, lanjutnya, pilihan masyarakat itu lebih kecil untuk bisa menilai tokoh-tokoh atau partai-partai yang akan mereka pilih menjadi wakil mereka di DPR.

Konsekuensinya adalah, jumlah Dapil akan bertambah banyak, tetapi itu akan berkonsekuensi dengan jumlah kursi di DPR.

"Itu akan kami lakukan kajian lebih mendalam," katanya.

"Selain kita memperkuat proporsionalitas atau representatif masyarakat dengan wakil-wakilnya itu, juga sekaligus mendorong adanya proses alamiah terjadi proses seleksi keterwakilan partai politik masing-masing," imbuhnya.

Atas dasar itu, Doli mengatakan pihaknya usul Parliamentary Threshold di Indonesia itu dinaikkan menjadi 6, 7, atau 8 persen.

"Jadi kita tidak melarang siapapun untuk punya hak mendirikan partai politik karena itu dijamin oleh UUD 45, tetapi ada juga proses seleksi yang cukup ketat yang itu berdasarkan aspirasi dan keinginan masyarakat kita untuk mewakilinya di dalam lembaga legislatif," pungkasnya.