Masyarakat Indonesia diharapkan bisa menyelamatkan demokrasi dengan menolak presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Sebab keberadaan presidential threshold dinilai bisa merusak kontestasi pemilihan presiden (Pilpres).
- Refly Harun Sebut Pemerintah Dipimpin Sosok Terbatas Narasi dan Wawasan Tidak Luas
- Jokowi Wariskan Utang Negara Capai Rp8.500 T pada 2024, Per Hari Utang Rp 3 Triliun
- Rencana Nasdem Laporkan Petinggi Demokrat Bikin Politik Jadi Enggak Asyik
Seruan ini disampaikan pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/12).
"Kita harus selamatkan Indonesia dengan menolak presidential threshold atau jadikan presidential threshold nol," kata Refly Harun, diberitakan Kantor Berita Politik RMOL
Refly memang mendorong agar presidential threshold sebagai syarat untuk mengajukan calon dalam pemilihan presiden ini dihapus total. Menurutnya, presidential threshold membuat demokrasi dibajak para pemodal untuk memenangkan calon yang kelak menjadi "boneka" mereka.
"Karena presidential threshold hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli perahu, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial untuk memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden," paparnya.
Refly kemudian menjelaskan maksud dari pemilihan presiden secara langsung adalah pesta demokrasi rakyat dengan menghadirkan calon sebanyak-banyaknya. Ia menyebut setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
"Dan setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu diberikan hak konstitusional untuk mengadukan pasangan presiden dan wakil presiden sesuai dengan ketentuan konstitusi UUD 1945," demikian Refly Harun.
- Refly Harun Sebut Pemerintah Dipimpin Sosok Terbatas Narasi dan Wawasan Tidak Luas
- Jokowi Wariskan Utang Negara Capai Rp8.500 T pada 2024, Per Hari Utang Rp 3 Triliun
- Rencana Nasdem Laporkan Petinggi Demokrat Bikin Politik Jadi Enggak Asyik