Permenaker JHT Dinilai Diskriminatif, Sarbumusi Jombang: Banyak Buruh di-PHK Sepihak di Usia Muda

Buruh unjuk rasa di depan kantor DPRD Jombang/ist
Buruh unjuk rasa di depan kantor DPRD Jombang/ist

Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Kabupaten Jombang menolak aturan baru yang diterbitkan pemerintah pusat mengenai skema pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Aturan yang tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu dinilai tidak berkeadilan dan memberatkan buruh yang kehilangan pekerjaan.


Menurut Ketua DPC Sarbumusi Jombang Luthfi Mulyono, JHT merupakan bentuk diskriminasi dan tidak berkeadilan. Dilihat dari konteks bahasa, memang JHT adalah Jaminan Hari Tua. Namun, hal demikian itu tidak dibarengi dengan tindak lanjut supervisi oleh pemerintah.

“Supervisi pemerintah terhadap pelaksanaan dan jaminan keberlangsungan bekerja karyawan selama ini sangat lemah, bahkan mandul," tegas Luthfi kepada Kantor Berita Politik RMOLJatim, Selasa (15/02).

Luthfi mengungkapkan bahwa mayoritas buruh hanya dipakai oleh perusahaan rata-rata sampai umur 45 tahun. Itupun sudah maksimal. Kenyataan yang terjadi selama ini yang justru sering terjadi adalah pekerja atau buruh di-PHK sepihak pada usia muda.

“Jadi, semestinya pemerintah harus bijak dalam membuat regulasi atau kebijakan, dan harus seimbang terhadap sepervisi jaminan keberlangsungan bekerja di perusahaan hingga mencapai usia pensiun," tandasnya.

Menurut Luthfi, kualitas Permenaker No 2 Tahun 2022 ini lebih buruk dari regulasi terdahulu. “Untuk itu, kami akan melakukan berbagai upaya melawan, supaya aturan ini tidak diberlakukan, yakni melalui siaran media sosial, maupun menggelar aksi turun jalan,” tegasnya.

Dia mengaku gerakan aksi turun jalan dan upaya hukum lainnya masih ada waktu sampai Mei 2022 baru Permenaker itu diberlakukan. “Kami masih menunggu intruksi dari solidaritas serikat buruh lainnya yang tergabung dalam Gasper (Gerakan Serikat Pekerja) Jawa Timur," pungkasnya.