Publik Bisa Menilai Aktivis  Menggadaikan Nalar Kritis dan Idealismenya

Presiden Joko Widodo saat menjamu aktivis di Istana/Net
Presiden Joko Widodo saat menjamu aktivis di Istana/Net

Pertemuan simpul-simpul organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Rabu (23/3), terus menuai kritik. Apalagi, kelompok Cipayung Plus sempat memuji-muji kepemimpinannya Presiden Jokowi dan menyambut baik program pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).


Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai wajar apabila ada spekulasi politik dari masyarakat terkait pertemuan Cipayung Plus dengan Jokowi dan Listyo Sigit di Istana Negara.

Namun yang patut disayangkan, kata Ujang, pujian terhadap pemerintahan Presiden Jokowi hingga program IKN yang dikritisi sejumlah aktivis hingga ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) disambut baik Cipayung Plus itu akan dinilai oleh publik bahwa nalar kritis mahasiswa mulai tergerus.

"Publik akan menilai aktivis itu menggadaikan nalar kritis dan idealismenya," kata Ujang dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (25/3).

Seharusnya, lanjut Ujang Komarudin, Kelompok Cipayung Plus menggunakan momentum bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara untuk menyampaikan apa yang saat ini diderita oleh rakyat.

"Mulai dari kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng, soal klaim big data 110 juta Menko Marvest tentang perpanjangan masa jabatan Presiden, lalu ada kriminalisasi terhadap banyak aktivis kritis seperti yang menimpa Haris Azhar dan Fatia," kata dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini.

"Harusnya isu-isu krusial yang dirasa rakyat yang harus disampaikan ke Presiden Jokowi," pungkasnya.