Larangan Ekspor CPO Dianggap Merugikan Petani Sawit

Ilustrasi petani sedang memanen sawit/Net
Ilustrasi petani sedang memanen sawit/Net

Petani sawit merugi akibat kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya. Sebab, dengan melarang ekspor harga semakin anjlok dan membuat petani bisa bertambah miskin.


Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Rudi Hartono Bangun. Karena itu pihaknya mendesak pemerintah untuk segera membuka kembali ekspor CPO dan turunannya.

Desakan itu diusulkan Rudi demi kepentingan petani sawit. Ia mengaku mendapat informasi paska diterapkan kebijakan larangan pada 28 April silam, hasil sawit petani tidak laku.

Menurut Rudi, pemerintah harus melihat dampak dari kebijakan larangan ekspor, khususnya yang terkait langsung dengan petani sawit.

"Tidak diterima pabrik, busuk di pohon, busuk di mobil, itu sudah merugi beberapa bulan ini. Harus ada kajian kan tidak bisa sesuka-suka. Jangan petani yang jadi korban,” kata Rudi dimuat Kantor Berita Politik RMOL.

Rudi menjelaskan, para petani sawit mengalami kerugian. Sebab, harga tandan buah segar (TBS) yang bisa mencapai Rp1.000 per kilogram.

Tidak hanya itu, Rudi menemukan data bahwa petani sawit juga mengalami kesulitan dalam menjual TBS dikarenakan pabrik-pabrik yang belum bisa menerima kembali TBS dari petani karena kelebihan stok.

Ia keberatan dengan kebijakan larangan ekspor karena 20 juta petani kecil yang terdampak serius.

Politisi Nasdem ini mendesak pemerintah serius menyelesaikan permasalahan CPO. Salah satunya, menyelesaikan permasalahan mafia minyak goreng.

Selain itu, pemerintah juga perlu dengan tegas menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Dengan demikian, rantai pasok dalam negeri dapat lebih aman dan cukup.