Din Syamsuddin: Jangan Menghilangkan Jejak Islam dari Negara Pancasila

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin/RMOL
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin/RMOL

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah hasil jerih payah para ulama dan zu’ama yang telah menjadi syuhada. Mereka mengorbankan jiwa dan raga serta harta demi tegaknya Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.


Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan, perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dimulai tiga setengah abad sebelumnya melalui jihad para ulama dari berbagai daerah di Nusantara. Bahkan Negara Pancasila tidak terlepas dari kerelaan 73 Sultan Islam dari Aceh hingga Ternate/Tidore.

“Mereka rela menyerahkan kekuasaannya demi tegaknya negara bangsa, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945,” kata Din Syamsuddin keterangannya sebagaimana diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (27/8).

Dasar Negara Pancasila yang ada sekarang ini tidak terlepas dari kerelaan para tokoh Islam, antara lain Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan KH Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama untuk mengganti Sila Pertama pada Piagam Jakarta yang telah disepakati sebelumnya, yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Kedua rumusan ini, kata Din Syamsuddin, menegaskan bahwa Negara Pancasila adalah negara yang berketuhanan. Hal ini diperkuat oleh Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 bahwa Negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Maka, jangan ada yang ingin menyapih Negara Pancasila dari agama khususnya Islam, apalagi menghilangkan jejak Islam dari Negara Pancasila,” katanya.

“Seperti kata Bung Karno "Jasmerah" (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), dan pada saat yang sama perlu diserukan “Jashijau" yakni jangan sekali-kali hapus jasa ulama,” imbuh Din Syamsuddin.

Lebih lanjut, Din Syamsuddin menyatakan, sekalipun jasa umat Islam besar, umat Islam tidak perlu menuntut hak untuk diistimewakan dalam kehidupan kebangsaan. Justru pada saat yang sama, umat Islam perlu bangkit menolak perlakuan tidak adil dalam kehidupan bersama, seperti adanya kelompok yang menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain.

“Jika itu terjadi, maka itulah awal dari runtuhnya negara bangsa yang bermotto bhinneka tunggal ika," demikian dikatakan Gurubesar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.