Gerindra Minta Pemerintah Kaji Ulang Naikkan Harga BBM Subsidi

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi semakin menguat. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyebut kuota BBM bersubsidi akan habis pada September 2022.


Terkait wacana pemerintah ingin menaikkan harga BBM subsidi, Anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan meminta pemerintah untuk mengkaji ulang mencari solusi lain yang tidak memberatkan rakyat kecil.

Sebab, kenaikan harga BBM bersubsidi hanya akan membuyarkan upaya pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah, sedianya mempertimbangkan hal ini dengan menghitung secara lebih cermat, detail, dan menyeluruh, segala aspek, terutama daya beli masyarakat.

“Kami memahami kesulitan yang saat ini dihadapi oleh pemerintah terkait dengan menipisnya kuota BBM bersubsidi. Namun, menaikkan harga BBM bersubsidi bukan merupakan kebijakan yang tepat. Saat ini perekonomian sedang menggeliat pulih dari dampak Covid-19. Jika dihantam dengan kenaikan harga BBM, maka akan jatuh kembali,” kata Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan kepada wartawan, Senin (29/8).

Ketua Poksi Fraksi Partai Gerindra di Komisi XI DPR-RI mengingatkan, biaya pemulihan ekonomi selama 3 tahun ini cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat dari angka defisit dan biaya bunga utang pada APBN selama 3 tahun ini. Pada 2020 realisasi defisit APBN mencapai Rp947,70 triliun. Lalu, pada 2021 mencapai Rp775,06 triliun. Dan, pada 2022 ditargetkan sebesar Rp840,2 triliun.

“Pembengkakan defisit mendorong peningkatan pembiayaan yang harus dibayar dengan kenaikan biaya bunga. Pada 2020 realisasi biaya bunga mencapai Rp314,09 triliun. Lalu, pada 2021 meningkat menjadi Rp343,5 triliun. Dan, pada APBN 2022 ditargetkan sebesar Rp405,9 triliun,” katanya.

Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI ini menambahkan, sejatinya pada Mei 2022 DPR-RI sudah menyetujui penambahan subsidi dan kompensai energi menjadi Rp502,4 triliun dari yang tadinya hanya Rp152,5 triliun. Persetujuan tersebut didasari kenaikan harga minyak dunia yang mendorong kenaikan asumsi harga ICP (Indonesia Crude Price) dari USD63 per barel menjadi USD100 per barel. DPR-RI menyetujui penambahan subsidi dengan tujuan untuk menyelamatkan rakyat kecil dan UMKM yang baru pulih dari dampak Pandemi Covid-19.

“Kenaikan subsidi yang mencapai Rp502,4 triliun diharapkan mampu melindungi rakyat kecil dan pelaku UMKM agar terus pulih serta mampu tumbuh untuk memberi kontribusi terhadap perekonomian nasional. Tujuan tersebut telah membuahkan hasil yang dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2022 sebesar 5,44 persen (yoy),” katanya.

Atas dasar itu, Hergun berharap seiring dengan kenaikan harga BBM non subsidi idealnya segera dilakukan kebijakan pembatasan untuk mengantisipasi migrasi pengguna BBM non subsidi ke BBM bersubsidi. Sayangnya, pembatasan tersebut tidak segera dilakukan sehingga terjadi migrasi secara besar-besaran.

“Jika sejak awal sudah diterapkan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, kuota BBM bersubsidi tidak akan menipis seperti sekarang. Perlu diketahui, subsidi BBM jenis Pertalite 80 persen dinikmati oleh orang mampu, dan dari jumlah tersebut 60 persen dinikmati oleh orang sangat kaya. Sementara BBM jenis solar, rumah tangga miskin yang menikmati hanya 5 persen. Sedangkan 95 persen dinikmati oleh rumah tangga mampu,” demikian DPP Partai Gerindra ini.