Cak Dedi Dukung Seniman dan Budayawan Bangkit Pasca Pandemi

Anggota DPRD Jatim, Hadi Dediansyah/RMOLJatim
Anggota DPRD Jatim, Hadi Dediansyah/RMOLJatim

Prabu Jayanegara terlihat lemah. Wajahnya pucat. Raja Majapahit itu pun duduk dengan tubuh gemetar. "Mana ramuan yang biasanya kamu berikan," kata Jayanegara kepada abdi dalemnya.


Tak lama kemudian, segelas ramuan itu pun disuguhkan. Namun, setelah meminumnya, Prabu Jayanegara justru terkapar dan akhirnya tewas.

"Penghianat, ramuan apa yang kamu berikan," kata Prabu Jayanegara sebelum meninggal.

Rupanya, ramuan itu adalah racun yang sengaja diberikan sang abdi dalem bernama Ra Tanca, karena kecewa dengan perilaku rajanya itu.

Ya, itu adalah sekelumit adegan yang diperankan kelompok milineal Surabaya yang tergabung dalam Sanggar Lidi Surabaya menggelar aksi teater di Gedung Cak Durasim Surabaya. Pagelaran teater kali ini mengusung tema 'Dharma Seni Untuk Negeri V'.

Pertunjukan teater itu ditonton langsung oleh Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, Anggota Komisi E DPRD Jatim Hadi Dediansyah, Wakil Ketua Komisi A Rohani, Anggota Komisi C Agustin Poliana dan sejumlah kepala daerah di Jatim.

Anggota DPRD Jatim, Hadi Dediansyah mengatakan, pagelaran teater oleh Sanggar Lidi tersebut layak diapresiasi karena menjadi budaya yang ada di Jatim. Ia menilai pertunjukan teater menjadi luar biasa karena dalam kurun waktu dekade terakhir, terjadi kevakuman kreativitas-kreatifitas dari anak bangsa.

"Pada kesempatan kali ini saya memberi apresiasi disaat pandemi Covid-19 selesai menunjukkan ada satu itikad baik yang berangkat dari hati nurani generasi penerus budaya," ujar pria yang akrab dipanggil dengan Cak Dedi tersebut.

Menurut dia, pentas teater menjadi salah satu rangkaian pengamalan falsafah atau ideologi Pancasila yang diwujudkan ke dalam kesenian. Ia menilai pagelaran itu salah satu percontohan untuk motivasi para pelaku budaya lain agar ikut serta melestarikannya, lewat pementasan.

Politisi asal Partai Gerindra meminta pemerintah aktif dalam rangka menunjang lajunya pementasan kesenian. Mengingat tanpa peran pemerintah, budaya dan kesenian sulit berkembang.

"Dengan peran serta pemerintah, saya rasa budaya, seni di Jatim muncul dan bangkit kembali. Sehingga menjadi motivasi kebangkitan pengamalan Pancasila yang selama ini kelihatan redup," ungkapnya.                  

Cak Dedi berharap pemerintah kabupaten/kota di Jatim bisa memberi ruang dan fasilitas kepada pelaku kesenian, budayawan untuk dapat mengkreasikan gagasan lewat pagelaran.

"Bagaimanapun Indonesia tidak bisa lepas budaya yang ada. Makanya pemerintah jangan tutup mata, dalam hal ini pemerintah harus betul-betul memperhatikan (seniman dan budayawan)," pintanya.

Kemajuan suatu negara dan Pemerintah bisa dilihat dari aspek budaya dan seni. Untuk itu, pemerintah harus memberi tempat selebar-lebarnya agar pelaku seni dan budaya di kabupaten/kota se-Jatim bisa sosialisasi terkait gagasan, edukasi untuk pembangunan bangsa. Mengingat salah satu alat penyampai informasi bisa melalui proses budaya atau kesenian yang ada.

Menurutnya, seni dan budaya adalah wujud nyata dalam rangka memberi hiburan, pencerahan kepada masyarakat. Untuk itu, kebangkitan ekonomi tidak lepas kebangkitan budaya yang ada.

“Makanya ekonomi terangkat ketika budaya dan kesenian memberi suatu pencerahan. Kebangkitan ekonomi harus ada kebangkitan budaya di Jatim," pungkasnya.

Untuk diketahui, pertunjukan teater berjudul 'Gayatri'  sebagai perayaan satu dekade Sanggar Lidi Surabaya yang mengusung tema 'Dharma Seni Untuk Negeri V'. Pertunjukan teater menghadirkan musik tiga komposer. 

Naskah Gayatri karya Totenk MT Rusmawan merupakan sebuah naskah yang diadaptasi dari buku karya Earl Drake. Totenk mencoba memahami apa yang ada dalam kerangka berpikir Earl Drake sehingga memutuskan karya itu sebuah novel, bukan buku sejarah.

"Tetapi, dari beberapa yang coba saya temukan, buku kaitan sejarah seperti Kertagama yang juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia itupun banyak perbedaan," katanya.

Pertunjukan teater ini merupakan sebuah edukasi bagi masyarakat, karena Gayatri merupakan sosok perempuan yang secara pendidikan dari kecil diasuh dan diajak berdialektika langsung oleh ayahnya yaitu Kertanegara raja Singasari.

"Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pemahaman akademis cita-cita menyatukan nusantara seolah-olah terpatri kepada Sumpah Palapa yang dikumandangkan oleh Gajah Mada," terang Totenk.

Totenk mencoba menegaskan kembali bahwa Kertanegara adalah sosok raja yang berupaya menciptakan kedamaian disela sebelumnya ada pertikaian yang nyaris tidak henti antara Tunggul Ametung dan Ken Arok dari sosok keberadaan Ken Dedes.

Dua keluarga itu tidak pernah berhenti bertikai hingga mengakibatkan berbagai kerajaan hancur hingga Singasari mencapai kejayaan di era Kertanegara. 

"Cita-cita luhur beliaulah yang ingin menyatukan sebuah konfederasi dari berbagai kerajaan tanpa harus menjadikan tatanan baru," ujarnya. 

Kertanegara adalah sosok setelah Airlangga yang berupaya menciptakan tata negara. Abad-12 di Indonesia pun sudah memiliki tata negara yang diciptakan Kertanegara. Hal itulah yang diajarkan kepada Gayatri.

Sejak kecil Gayatri disibukkan belajar banyak hal tentang kitab suci, tentang pewayangan dan berbagai kajian-kajian lain. Dengan begitu, antusiasme seorang anak kecil bernama Gayatri itu oleh ayahnya didukung dengan didatangkan dari berbagai pendidik yang dianggap ahli. Ia akhirnya tumbuh dengan kekuatan-kekuatan alami.

Totenk menegaskan bahwa Gayatri-lah yang memulai tatanan kepemerintahan yang akhirnya dianut oleh Kerajaan Majapahit. 

Totenk menggarisbawahi bahwa kebesaran Majapahit yang dipahami dirasa akarnya yang membuat kebesaran itu hadir. Ia pun mempercayai bahwa Majapahit mampu tumbuh hingga saat ini dalam tatanan sejarah yang sudah lewat. Namun, gagasannya tidak pernah pergi yaitu memiliki akar yang kuat. Mengingat dibangun oleh sosok salah satunya adalah tokoh yang sejak dini peduli pendidikan, peduli kemanusiaan dan mampu berpikir jauh yaitu Gayatri.

"Teater mungkin hanya sebuah media saja. Tetapi lebih daripada itu, kita bangsa yang mungkin menjadi angkatan pongah, angkatan yang lebih cenderung lupa atas kehadiran kita tidak akan pernah tumbuh tanpa kehadiran orang lain," jelasnya.

Menurut Totenk, cerita Gayatri akan memberikan pemahaman kepada khalayak tentang sejarah kerajaan besar yang pernah berdiri di Nusantara ini.