Memainkan Isu ''PKI''

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

ISU ''PKI'' kelihatannya masih seksi di Jawa Timur menjelang Pemilu. Seperti biasa. Meski isu ini sempat surut, tapi kembali naik daun jelang Pemilu. Biasalah, isu-isu seksi apalagi sensitif (dibuat begitu) semacam itu pasti muncul untuk tujuan memantik rasa horor, rasa mencekam, rasa waswas dari publik.

Sejarah isu ''PKI'' bisa dilacak ke masa Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berkuasa, isu itu dimainkan untuk meredam siapa saja yang berani melawan kebijakan Orde Baru. Jangan coba-coba mengkritisi kebijakan Orde Baru kala itu, bisa-bisa anda diawasi bahkan ditangkap lalu ''diamankan''.

Rezim Orde Baru sangat efektif menjalankan isu tersebut demi menjaga stabilitas politik. Sampai kemudian terjadi reformasi 1998 dan semua warga memperoleh peluang bebas berekspresi. Namun, isu ''PKI'' tetap dianggap para pelanjut kebijakan rezim Orde Baru sebagai isu efektif untuk propaganda menyingkirkan lawan-lawan politik.

Para pelanjut Orde Baru ini bermetamorfosis ke dalam faksi-faksi baru di arena politik. Mereka memakai teknik FUD (Fear, Uncertainty and Doubt) guna mempengaruhi pikiran publik. Ini salah-satu teknik dalam propaganda. Caranya, menebar ketakutan, membuat ketidakpastian sekaligus mendongkrak keraguan. Tentu saja, semua itu ditujukan pada publik.

Di Jawa Timur, teknik tersebut pelan-pelan mulai dihembuskan para pelanjut rezim Orde Baru. Mereka ini terjun ke arena kontestasi Pemilu lalu membangun tim, atau mengaktifkan tim lama, untuk mendekati berbagai kantong massa.

Kepada para pimpinan dalam kantong massa, termasuk pimpinan pondok-pondok pesantren, tim senyap itu mengatakan, ada bahaya mengancam umat Islam kelak. Bahaya itu adalah bakal hadirnya ''PKI''.

Narasi kewaspadaan ''PKI'' yang dibangun tim senyap ini persis narasi tim penelitian khusus (litsus) atau kopkamtib zaman Orde Baru dulu. Saat tim senyap ini sowan ke pondok-pondok pesantren di Jawa Timur.

Anggota tim itu berupaya mempengaruhi psikologi pimpinan ponpes atau komunitas muslim. Harapannya, pimpinan ponpes mau mendukung salah-satu paslon yang bisa menjamin ''PKI'' tak berani muncul apalagi berulah.

Stigmatisasi ala tim senyap ini tentu tertuju ke lawan politik. Siapapun yang peka pada situasi politik belakangan ini tentu tahu siapa lawan politik yang dimaksud tim senyap ini. Tak perlu diperjelas apalagi dipertegas.

Permainan isu ''PKI'' ini tentu saja bisa melenakan publik dari keharusan menilai rekam jejak kinerja birokrasi para bacapres. Akibat permainan ini, publik digiring atau dikanalisasi ke dalam satu isu saja, yakni isu ''PKI'', sembari menurunkan daya kritis publik terhadap bagaimana sesungguhnya kinerja bacapres ketika di dalam birokrasi.

Analis politik dan periset di Surabaya