''Teror'' Baliho dan Survei  

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

SUDAH lebih dari sepekan ini baliho paslon bacapres-bacawapres nomor satu dan dua hasil survei (baca: sure-pay) menghiasi pinggir-pinggir jalan. Tentu, itu bukan hasil survei internal parpol, melainkan hasil lembaga-lembaga survei partikelir. Jangan tanya soal akurasi, sebab bukan itu tujuannya. Yang teristimewa adalah survei menjadi bagian upaya membentuk opini publik.

Tak perlu pula hal gamblang itu diperdebatkan, apalagi setelah prediksi survei pada beberapa kontestasi ternyata juga bisa meleset. Wajar jika ada yang menyebut, survei cuma bertujuan membangun opini publik. Tak lebih dari itu. Lagipula, publik juga sering mempertanyakan berapa biaya dan darimana sumber biaya survei yang acap tak diberitahu lembaga survei tersebut? Belum tentu ada jawaban pasti. Masih sering misteri.

Mari kita cermati. Hasil-hasil survei pemeringkatan figur atau paslon memang sudah keluar sejak beberapa bulan silam. Bahkan jauh sebelum deklarasi paslon. Setelah itu, baliho-baliho figur paslon yang selalu ditaruh lembaga survei di peringkat satu dan dua gencar tertancap di pinggir-pinggir jalan. Dari dua fenomena ini menunjukkan ada upaya menteror mental publik. Berusaha mengaduk-aduk kesadaran publik.

Mirip kendali media massa pada kesadaran publik. Kata Noam Chomsky, itu 'Manufacturing Consent' (merekayasa kesadaran). Publik dibuat tak kritis karena dijejali hasil survei lalu penampakan baliho dimana-mana. Publik dipaksa menyaksikan pameran baliho paslon di sepanjang jalan. Melalui cara itu, perekayasa berharap bisa mengarahkan kesadaran serta pikiran publik.

Baliho yang marak jangan dilihat sekadar alat peraga loh! Fungsi baliho sudah lebih dari itu. Ia dihadirkan bukan untuk memperkenalkan siapa yang ada dalam baliho tersebut. Melainkan, ia dihadirkan secara massal untuk memberi pesan ke publik, bahwa figur dalam baliho adalah sosok berpengaruh. Sosok yang punya dana besar. Figur yang punya anggaran jumbo untuk memenangkan pertarungan.

Tanpa duit, sulit membuat baliho massal, atau menggelar survei. Mana ada baliho massal gratisan? Banyak lagi! Maka, wajar jika publik menilai baliho yang banyak itu pasti butuh duit gede. Tak harus dari kantong pribadi sang figur, sebab mungkin juga baliho itu dari fans berat si figur. Namun, intinya, memasang baliho massal butuh duit besar. Hanya mereka yang berduit jumbo, yang mampu membuat baliho massal.

Periset di Surabaya