Kisah Legenda Sepakbola Nur'alim “Si Jabrik”, Benteng Tangguh Garuda Asal Bekasi

Nur'alim/Net
Nur'alim/Net

Kota Bekasi yang dikenal sebagai Kota Patriot, tidak saja menyimpan sejarah perjuangan bangsa di era kemerdekaan. 


Kota ini juga banyak melahirkan pesepakbola andalan Tim Nasional (Timnas) Indonesia. Mulai dari Warta Kusuma di era 1980-an, hingga Nur’alim di era 1990-an.

Sampai awal 2000-an, nama Nur’alim sudah tak asing lagi di telinga pecinta sepak bola nasional. Bek tangguh kelahiran Bekasi, 27 Desember 1973 itu selalu menjadi andalan lini belakang Tim Garuda.

Mengawali karir di Persipasi Bekasi, Nur’alim muda sudah tampil memukau. Hal itu yang membuat Mastrans Bandung Raya merekrutnya di tahun 1994 guna hadapi Liga Indonesia I.

Di klub asal Kota Kembang itu, Nur’alim tampil trengginas mengawal barisan belakang Bandung Raya. Bersama legiun asing asal Kamerun, Olinga Atangana, Nur’alim mengawal kokoh gawang Bandung Raya yang dijaga Hermansyah.

Bertindak sebagai kapten, Nur’alim membawa Bandung Raya juara Ligina II setelah menekuk PSM Makassar 2-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (dulu Stadion Utama Senayan).

Kenangan itu menjadi momen yang tak terlupakan dari pemain yang akrab dipanggil Jabrik ini. Timnas  di bawah pelatih Danurwindo langsung memanggilnya.

Turut memperkuat Timnas di ajang Piala Tiger pertama di tahun 1996, Jabrik hanya mampu membawa Timnas puas di urutan keempat.

Sempat tersisih memperkuat Piala Asia 1996, Jabrik kembali ke Timnas di era kepelatihan Henk Wullems pada Sea Games 1997.

Berduet dengan Chairil Anwar di lini belakang, Jabrik hanya mampu mengantarkan Timnas memperoleh medali perak.

Timnas Garuda mengakui keunggulan Tim Gajah Putih Thailand melalui drama adu penalti. Seiring dengan karirnya di klub, Jabrik mampu membawa Bandung Raya finalis di Ligini III.

Kala itu, Bandung Raya tunduk oleh Persebaya 1-3. Tak lama berselang, tim Galatama kebanggaan masyarakat Bandung itu pun membubarkan diri.

Jabrik dan beberapa koleganya di Bandung Raya seperti Olinga Atangana, Budiman, M. Ramdan, Surya Lesmana dan lainnya hengkang ke Tim Macan Kemayoran, Persija Jakarta.

Saat itu, tim ibukota itu disponsori Sutiyoso aliang Bang Yos yang baru saja ditunjuk menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 1997.

Bang Yos langsung menyulap Macan Kemayoran menjadi tim yang ditakuti di Liga Indonesia. Dengan mendatangkan pemain berkelas bintang seperti Widodo C Putro, Rocky Putiray, termasuk Nur’alim tim kebanggaan ibukota itu langsung tembus semifinal di Ligina IV.

Persija harus mengakui keunggulan PSIS Semarang 1-0 di semifinal. Tim Mahesa Jenar itu kemudian keluar sebagai juara Ligina tahun 1999.

Jabrik terus menjadi langganan Timnas kendati pelatih silih berganti. Pemain yang biasa menggunakan nomor punggung 19 itu turut memperkuat Timnas di ajang Piala Tiger 1998, Sea Games 1999, kemudian Piala Asia 2000.

Nur’alim punya kisah unik kala meloloskan Tim Merah Putih ke Piala Asia 2000. Saat kontra Kamboja di Phnom Penh, Timnas kesulitan menjebol gawang tim papan bawah Asia Tenggara tersebut.

Sang pelatih kala itu, Nandar Iskandar mengendus bahwa Kamboja menggunakan jimat sehingga Indonesia kesulitan mencetak gol di babak pertama. Dia pun langsung memerintahkan Nur’alim untuk membalik celana dalamnya.

Alhasil, Timnas langsung unggul 5-1 di babak kedua. Namun, pada ajang Piala Asia 2000, Timnas harus puas menjadi juru kunci grup setelah kalah dari China 0-4 dan Korea Selatan 0-3.

Padahal di laga perdana, Timnas mampu menahan Kuwait dengan skor kacamata. Saat itu, Nur’alim mengomandoi trio lini belakang bersama Eko Purjianto dan Jet Donald Laala.

Di Persija, Jabrik mampu membawa gelar juara pertama kali tahun 2001. Tim Macan Kemayoran melibas PSM Makassar dengan skor 3-2.

Bersama Antonio Claudio dan Warsidi, Jabrik menjadi tembok kokoh yang membuat pusing striker lawan. Striker PSM Makassar, Kurniawan Dwi Yulianto sempat frustasi ditempel ketat Si Jabrik.

Di saat Timnas ditukangi Ivan Kolev, Jabrik kembali menjadi andalan lini belakang dalam ajang Piala Tiger 2002 di Indonesia. Namun Timnas lagi-lagi gigit jari harus puas di posisi runner up, setelah ditekuk Thailand lewat adu penalti di laga final.

Karir Jabrik terakhir kali di Tim Garuda saat membela Timnas Pra Piala Asia 2004. Jabrik berhasil mengantarkan Timnas lolos Piala Asia ketiga kalinya, setelah menyingkirkan Yaman sebagai runner up.

Di Liga Indonesia, Jabrik sempat hengkang ke Pelita Krakatau Steel (PKS) pada 2003. Di sana, performanya makin menurun.

Seiring dengan munculnya bek-bek nasional yang lebih muda seperti Charis Yulianto, Warsidi, Mauly Lessy hingga Hamka Hamzah, Jabrik tak pernah lagi dipanggil Timnas.

Dia sempat berpindah klub ke Persita Tangerang, PKT Bontang, Bandung FC hingga akhirnya memutuskan gantung sepatu sebagai pemain profesional di tahun 2011.

Jabrik kini turut menjadi asisten pelatih di Bekasi FC mendampingi Jafri Sastra. Nama Nur’alim tetap menjadi legenda sepak bola nasional.