Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Penyiaran yang saat ini tengah digodok di DPR mendapat reaksi negatif, karena diduga justru memberangus kebebasan pers.
- Agar Tidak Ada Nuansa 'Peti Es', KPK Diminta Tindak Lanjuti Pelimpahan Dokumen Dugaan Korupsi Ahok
- Analisa IPO: PDIP Harus Berpikir Ulang Jika Koalisi dengan Gerindra Usung Prabowo
- Valuasi GoTo Tembus 30 Miliar Dolar AS Setelah Disuntik Abu Dhabi Investment
Betapa tidak, pada draft RUU Penyiaran Pasal 50 B ayat 2 huruf C disebutkan, negara melarang penayangan karya jurnalistik investigasi.
“Negara ini akan dibawa kembali dikuasai diktator jika kualitas berpikir legislator semacam itu,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (13/5).
Menurutnya, jika RUU Penyiaran mengatur bahwa jurnalis tidak dibolehkan melakukan kegiatan investigasi, maka DPR perlu mendalami perannya selalu legislator, sebelum membuat UU.
“Agar buah pikir dan gagasan hasil sidang mereka berguna bagi bangsa, bukan hanya bagi mereka sendiri,” tegasnya.
Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengaku heran dengan adanya pelarangan penayangan karya jurnalistik investigasi.
Sebab itu dia meminta DPR melek dan memahami kerja-kerja jurnalis, yang berbeda dengan lembaga penegak hukum. Sehingga larangan-larangan seperti itu tidak perlu.
“Tidak rasional, jika ada UU tentang penyiaran tetapi meniadakan (investigasi) itu, lebih baik parlemen terbuka saja, jika mereka memang ingin negara ini tidak ada jurnalis dan media,” pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Polisi Dituding Kaburkan Fakta Kematian Mahasiswa UKI
- Bahas Target Ekonomi 8 Persen, Rizki Sadig Soroti Kesenjangan Digital dan Nasib Petani Gurem
- RUU Penyiaran Diharapkan Tidak Kekang Kreativitas di Medsos