Monitoring Akun Mahasiswa Dan Dosen Baru Pembicaraan

RMOLBanten. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir akan memantau aktivitas para rektor, dosen, dan mahasiswa. Termasuk aktivitas mereka di media sosial.


Lantas bagaimana Kementerian Komunikasi dan Informatika menanggapi rencana Menteri Nasir itu? Kepada Rakyat Merdeka Menteri Rudiantara menjelaskan sikapnya soal pengawasan aktivitas digital ter­hadap dosen dan mahasiswa. Rudiantara juga menjelaskan posisinya dalam perkara raib­nya foto Amien Rais bersama Habib Rizieq Shihab di akun instagram. Berikut ini penjela­sannya.

Beberapa waktu lalu Anda bertemu dengan Menristekdikti membahas pengawasan media sosial mahasiswa dan dosen, apakah Anda setuju dengan hal itu?
Bukan masalah setuju atau tidak setuju, sebab itu kebijakan­nya siapa. Kebijakan sektor ya ada di kebijakan Prof Nasir sebagai Menristekdikti bukan kebijakan saya. Saya posis­inya bagian dari pemerintah jika kami diperlukan. Internet, dunia maya, medsos, dan secara garis besar digitalisasi di Indonesia sebetulnya tergantung kepada leader di sektor. Kalau semuanya Menkominfo yang menangani memangnya kami kementerian super. Jadi sesuai masing-mas­ing sektor. Saya tidak mungkin masuk ke semua sektor untuk melakukan kebijakan.

Artinya saat ini memang sudah ada permintaan dari Menristekdikti kepada Anda untuk membantu pengawasan aktivitas dosen dan mahasiswa di dunia maya?

Iya, itu kan baru pembicaraan belum dalam bentuk regulasi. Tunggu saja regulasinya nanti Pak Nasir seperti apa.

Langkah pemantauannya apakah sudah berjalan?

Begini, kalau pemantauan secara umum tidak hanya berkaitan dengan perguruan tinggi atau apapun itu. Jelas hal itu me­mang sudah menjadi tugas kami. Sebelumnya juga kami melaku­kan yang berkaitan dengan radikalisme dan kami lakukan take down account. Sementara yang berkaitan pelanggaran kepada pelakunya itu bagian dari kepolisian. Meski demikian yang berhubungan dengan dunia maya kami bisa bantu. Karena, jejak digital itu pasti ada di dunia maya.

Sebenarnya ada berapa ban­yak sih akun dosen dan maha­siswa yang terindikasi menye­barkan paham radikalisme?
Silakan tanyakan ke Menristekdikti Pak Nasir.

Lho bukankah Anda su­dah melakukan pengawasan terhadap akun-akun yang diduga menyebarkan radika­lisme, jauh sebelum Anda lakukan pertemuan dengan Menristekdikti?

Bukan, kami melakukan secara umum. Artinya kami melakukan monitoring dan kami melakukan take down kepada siapa saja. Mau dosen atau siapa saja kami lakukan take down tersebut.

Jika kebijakan ini dijalankan Kemenristekdikti dan Kemenkominfo, banyak ka­langan akan menilai penga­wasan dari pemerintah terlalu dalam karena masuk ranah privasi?
Siapa yang melakukan moni­tor akun mahasiswa dan dosen. Sebab kebijakan itu ada di Kemenristekdikti. Selama ini kami memonitoring akun yang memaparkan radikalisme yang kemungkinan ada dari maha­siswa dan dosen. Mungkin ada juga akun yang dibuat orang Indonesia dan orang asing atau siapa saja orangnya.

Apakah pengawasan akan disertai dengan penegakan hukum?

Kepolisan yang menindak, sebab kami seperti miror den­gan kapolisian. Kami juga pu­nya penyidik pegawai negeri sipil Kemenkominfo. Mereka bisa melihat sesuatu konten yang melanggar hukum atau tidak. Treatmen kontennya ya, bukan ke­pada orangnya. Nah, kalau kepada orangnya itu tugas kepolisian.

Bisa dicontohkan akun seperti apa yang tergolong radikalisme?
Oh banyak. Konten-konten yang menggambarkan kekerasan kepada seseorang dengan gambaran yang sangat tidak manusiwai, masa yang seperti itu mau dibiarkan? Kan tidak. Ada Al Fatihin yang memiliki berpuluh-puluh seri dan ada juga Dabiq.

Ini semua sebagai promosi tentang paham-paham yang tidak diperbolehkan di Indonesia. Lalu konten-konten cara mem­buat bom serta percakapan-percakapan antara akun terkait pembuatan bom.

Nominalnya berapa konten yang sudah Anda take down?
Sejauh ini sudah 5.000 lebih konten. Terus yang disisir ada sekira 20 ribu. Ini semua agar masyarakat menilai pemerintah tengah menjaga mereka.

Apakah Anda mengetahui pemilik akun dari konten-konten tersebut?
Kami kerja sama dengan kepolisian. Jadi kalau urusan menindak ada kepolisian dan ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Dari 5.000 hingga 20 ribu konten yang Anda take down apakah dibuat oleh warga negara Indonesia?
Ya, penindakannya ada di kepolisianlah. Saya lebih baik berperan sebagai dapur yang baik. Tidak berbicara lebih ban­yak kalaupun bicara ke publik yang signifikan saja.

Apa batasan dan ukuran sebuah akun dianggap radika­lisme?
Ya sebetulnya seperti ajakan-ajakan. Nah, indikasi-inidikasi semacam ajakan itu lalu ada yang melaporkan ke kami. Baik dari masyarakat ataupun berdasarkan institusi, seperti laporan dari BNPT, Polri, Badan Intelijen Negara, atau siapapun itu. Lembaga-lembaga advokat dan juga ada hasil dari pen­elusuran kami. Ada juga hasil crowning kami.

Contoh hasil crowning?
Contohnya keyword 'ayo membuat bom'. Lalu muncul situs bermacam-macam itu. Nah, itu langsung kami verifikasi dan memang itu ajakan membuat bom ya kami tutup.

Memangnya tidak ada me­kanisme sebelum men-take down sebuah akun?
Take down saja, kenapa mesti berlama-lama. Ini kan akun-akun terorisme sangat bersinggungan dengan nyawa. Terlambat satu jam saja berapa orang yang terpapar. Kami tidak usah ber­pikir panjang kalau berbahaya bagi masyarakat luas. Karena ini perang lho.

Apakah Anda fokus juga pada penyebaran radikalisme di aplikasi chatting?
Ada dua ketegori, pertama ada namanya personal chatting. Nah, di personal chatting kami tidak bisa sembarangan masuk. Kecuali yang personal chatting itu mereka sedang dalam proses penyelidikan dan penyidikan ke­polisian, maka kami bisa masuk. Terus juga ada yang terbuka dan di sini kami bisa masuk.

Soal hilangnya foto Amien Rais bersama Habib Rizieq Shihab di medsos?
Saya sempat ditanya hal itu, saya tidak tahu. Masih banyak konten-konten radikalisme yang menjadi urusan saya. Jadi buat apa saya urus satu foto.

Berarti bukan atas reko­mendasi Anda hilangnya foto tersebut?

Oh tidak, hilangnya kan di instagram. Silakan tanyakan ke instagram apakah saya mereko­mendasikan untuk menghapus foto tersebut.

Bukannya Anda bekerjasa­ma dengan instagram?
Oh ada kami kerjasama. Malah kami yang meminta 5.000 konten berbahaya itu dan setengahnya ada di facebook dan instagram.

Apakah isi kerjasama itu memberikan kewenangan untuk menghapus akun-akun radikalisme?
Memang mereka yang punya kewenangan, sedangkan saya tidak punya wewenang. Namun, saya bisa meminta kepada mereka untuk men-take down. Akan tetapi kalau urusan foto Pak Amien Rais dan Habib Rizieq saya tidak tahu.

Hilangnya foto Amien Rais dan Habib Rizieq sempat gadu, bagaimana itu?

Begini, platform semacam in­stagram, facebook, youtube, dan lain-lain itu punya mekanisme untuk men-take down konten. Bisa dari yang punya akun. Misalnya saya membuat akun lalu saya naikin dan saya posting.

Ya mungkin postinganya tidak sesuai aturan di Indonesia terus saya take down sendiri daripada saya diciduk aparat penegak hukum. Hal ini bisa jadi satu kemungkinan. Kemungkinan kedua secara algo­ritma di-platformnya konten terse­but diasosiasikan dengan bolt. Jadi ini sepenuhnya dilakukan oleh platform, saya juga tidak tahu.

Ketiga bisa saja saya meminta, tapi saya tidak minta untuk foto-foto yang tadi Anda tanyakan. Tanyakan sama platform ke­napa sampai terjadi hilangnya foto-foto atau akun-akun terse­but. [dzk]