Bebaskan Terdakwa Penyerobot Tanah, Hakim PN Sidoarjo Dilaporkan KY

Tak puas atas vonis hakim yang membebaskan terdakwa penyerobotan tanah, Mujiono, pemilik tanah melaporkan majelis hakim PN Sidoarjo ke Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Pengawas hakim Mahkamah Agung.


"Saya kecewa dengan vonis hakim yang menyatakan Budi Prasetya terdakwa penyerobot tanah saya bersalah melanggar pasal 167 ayat 1 KUHP tapi kok malah dibebaskan, ini kan aneh dan janggal vonisnya," tegas Mujiono usai sidang, Senin (27/7/2020).

Sidang kasus penyerobotan tanah dengan terdakwa DR Budi Prasetyo, SE, SH, MH warga Perum Kemiri Indah, Sidoarjo, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Senin (27/7/2020) dengan agenda putusan majelis hakim.

Dalam putusannya majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kabul Irianto itu menyatakan bahwa terdakwa DR Budi Prasetyo, SE, SH, MH terbukti bersalah menyerobot tanah milik Mujiono sesuai pasal 167 ayat 1, Namun, lanjut majelis hakim terdakwa dibebaskan dari hukuman karena sudah mentransfer uang Rp 30 juta ke rekening Mujiono selaku pelapor untuk uang sewa selama 30 tahun kendati tanpa persetujuan pelapor.

"Karena pelapor sudah menerima uang dari terdakwa maka kasusnya dianggap sebagai perdata oleh karena itu, kami bebaskan terdakwa dari tuntutan hukum,"ujar Ketua Majalis Hakim Kabul Irianto.

Mendengar putusan hakim yang dinilai tak mencerminkan keadilan, Mujiono kecewa dan akan melaporkan vonis hakim yang dinilai janggal tersebut ke KY, MA dan Komisi III DPR RI.

"Saya ini datang ke pengadilan untuk mencari keadilan, kok malah yang saya dapat adalah ketidakadilan, bagaimana bisa seorang yang terang-terangan menyerot tanah orang lain tanpa ijin bisa bebas hanya orang tersebut mentransfer uang ke rekening tanpa saya ketahui apa maksudnya," katanya geram.

Atas vonis hakim tersebut, Mujiono mendorong jaksa untuk melawan dengan mengajukan kasasi ke MA.JPU Anoek Ekawati menegaskan akan melakukan perlawanan dengan mengajukan kasasi ke MA atas putusan hakim yang dinilai tidak sesuai dengan tuntutannya.  

Sebelumnya JPU Anoek Ekawati menuntut terdakwa dengan hukuman 8 bulan penjara karena melanggar pasal 167 KUHP yakni memasuki tanah orang lain tanpa ijin yang berhak.

Menurut JPU Anoek Ekawati, berdasar keterangan saksi Mujiono selaku pelapor dan pemilik tanah bahwa saksi membeli sebidang tanah seluas 354 m2 di Perumahan Kemiri Indah Desa Kemiri Sidoarjo. Tanah itu dimiliki sejak 4 Agustus 2015 silam. Bahkan transaksinya dilakukan di hadapan notaris Yuli Ekawati yang berkantor di Desa Sawotratap Kecamatan Gedangan.

Namun sekitar tahun 2016, tanah milik saksi Mujiono disewakan oleh ketua RW setempat kepada terdakwa tanpa sepengetahuan saksi pelapor.Bahkan terdakwa Budi Prasetyo kemudian mendirikan bangunan permanen. Merasa tanahnya dikuasai terdakwa, saksi Mujiono lantas menegor terdakwa agar mengosongkan tanah tersebut. Namun terdakwa tetap ngotot tidak mau pergi dan ingin menyewanya.  

Tanpa persetujuan pelapor, terdakwa nekat menyewa tanah tersebut dengan mentrasfer uang sebesar Rp 30 Juta rupiah ke rekening pelapor yang didapatnya dari adik pelapor. Bukti transfer diberikan oleh terdakwa ke pelapor Mujiono di kantornya.Merasa tidak berniat menyewakan tanahnya, pelapor berusaha mengembalikan uang transferan tersebut tapi terdakwa menolaknya.

Pelapor Mujiono, mengaku sudah berusaha mengembalikan uang terdakwa sebesar Rp 30 juta.

“saat itu saya mengembalikan uang tersebut ke rumahnya namun di tolak, dengan terdakwa memberikan 3 solusi yang berat bagi saya. Jangan 30 juta yang dikembalikan, jadikan 30 Milliar kalo mau mengembalikan. Atau saya kasih tiga solusi, yang pertama saya beli tanah itu, kedua tunggu selama 30 tahun dan yang ketiga selesaikan di pengadilan,” ungkap Mujiono sembari menirukan kata-kata sesumbar terdakwa yang juga seorang dosen itu.