Setelah lahir kepemimpinan baru di Nahdalatul Ulama (NU) setelah Muktamar ke 34 di Lampung, terjadi perbedaan relasi politik antara PKB dan NU.
- Partai Pelita Pastikan Tolak Dikte Ekonomi Oligarki di Politik RI
- Kebencian Jokowi dan Ahok kepada Anies Baswedan Dinilai Misi Oligarki
- PDIP Surabaya Dorong Ekonomi Kerakyatan Lewat Pemberdayaan PKL
Berbeda dengan Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terpilih, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan tidak akan membiarkan NU menjadi alat politik partai tertentu, termasuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dijelaskan Gus Yahya, hubungan politik PKB dan NU berjalan alamiah. Sebab, PKB adalah partai yang dilahirkan oleh rata-rata punggawa PBNU.
Meski demikian, ia tidak ingin NU menjadi subordinat politik PKB.
"Sekali lagi tidak boleh NU ini jadi alat dari PKB atau dikooptasi PKB," demikian kata Gus Yahya, Rabu (29/12).
Terkait dengan adanya kader PKB yang nantinya ingin bergabung di PBNU, Gus Yahya mengaku terbuka menerima.
Ulama yang mengalahkan petahana Said Aqil Siroj dengan visi menghidupkan spirit Gus Dur ini mengaku ingin merangkul kader NU dari berbagai kelompok. Termasuk, keinginannya PBNU menjadi wadah silaturahim kader NU yang berasala dari berbagai partai.
"Tidak boleh ada satu warna, semuanya harus mendapat kesempatan," demikian kata kakak kandung Ketua DPP PKB Yaqut Cholil Qoumas ini.
Selama kepemimpinan Said Aqil Siroj pada periode 2010-2021, hubungan politik PBNU nampak sangat mesra dengan PKB. Bahkan tidak jarang, kritikan kerap muncul dari kalangan Nahdliyin bahwa PBNU seperti menjadi subordinat dan dikooptasi oleh PKB.
- Berani Mundur, Sikap Ketua DPRD Lumajang Layak Diapresiasi
- Soal Gugatan Pemilu Tertutup, Bambang Pacul: Kenapa Tidak Ikuti Prosedur MK Saja?
- Persiapan Sidang COP26 November 2021, Indonesia Dan Inggris Menjadi Co-Chair