Lanjutan Sidang Pendiri SMA SPI, Kuasa Hukum Sebut Keterangan Saksi Berbeda dengan BAP

Tim Kuasa Hukum JEP, Jeffry Simatupang bersama rekannya saat berikan keterangan kepada awak media/RMOLJatim
Tim Kuasa Hukum JEP, Jeffry Simatupang bersama rekannya saat berikan keterangan kepada awak media/RMOLJatim

Sidang pendiri Sekolah Menengah Atas (SMA) Selamat Pagi Indonesia (SPI), Julianto Eka Putra (JEP) kembali digelar di Pengadilan Negeri Malang Kelas IA Kota Malang, Rabu (9/3).


Dalam sidang kedua yang digelar tertutup atas dugaan kasus kekerasan seksual tersebut, agendanya mendengarkan keterangan saksi pelapor dan saksi lainnya. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan satu saksi pelapor berinisial SDS dan saksi yang merupakan teman dari SDS. Selain itu, terdakwa JEP nampak hadir didampingi tim kuasa hukumnya. 

Setelah sidang digelar, Kuasa Hukum JEP, Jeffry Simatupang mengungkapkan, bahwa ada banyak fakta persidangan yang disampaikan oleh kedua saksi berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Dari sidang hari ini menunjukkan ketidakkonsistenan dua saksi. Dalam penyampaian keterangan berubah-ubah dan tidak konsisten. Sehingga kami meyakini kejadian itu tidak ada," ujar Jeffry pada awak media sebagaimana dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Pihaknya juga memastikan bahwa kliennya tidak bersalah. "Kami  memastikan klien saya tidak bersalah dan dakwaan yang ditujukan kepada kliennya itu tidak benar. Dari hal itu, kita berhasil mengungkap fakta di persidangan. Seperti halnya, waktu kejadian yang berubah-ubah dan bagaimana pelaku melakukan perbuatan kekerasan seksual," katanya. 

Masih di tempat yang sama, kuasa hukum JEP lainnya, Philipus Sitepubdan dan Ditho Sitompoel menyampaikan, bahwa korban yang selama ini dihembuskan berjumlah 40-50 tidak benar. 

"Jika selama ini yang digembor-gemborkan korban mencapai puluhan itu tidak benar, karena sampai saat ini nyatanya yang dipersidangkan hanya satu. Jadi tolong masyarakat bisa memahami dan tidak termakan isu yang beredar," tandas Philipus. 

Lebih jauh Kuasa Hukum JEP menuturkan bahwa seseorang tidak bisa dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

"Kami dan terdakwa menyangkal semua tuduhan yang didakwakan. Satu hal lagi yang membuat kami curiga yaitu saksi yang diduga sebagai korban ini selalu tampil di media dengan menggunakan hijab, padahal saksi pada persidangan mengaku beragama Katolik," bebernya. 

Bahkan Kuasa JEP mempertegas laporan pelapor sangat diragukan, pasalnya saksi pelapor saat ini sudah berumur 28 tahun dan bukan anak. 

"Kalau memang terjadi masalah, tentu dia memiliki banyak kesempatan untuk melaporkannya sedari dulu. Tetapi tidak dilakukan. Ini lucu karena melaporkan perbuatan yang diduga sudah terjadi 12 tahun yang lalu. Dan perlu diketahui dia bilang menjadi korban pada tahun 2009, tapi kenapa pada tahun 2011 dia mengurus izin tinggal dan kerja di SPI. Kan aneh, kami ada buktinya," tambahnya. 

Sementara itu, JPU dari pihak Kejaksaan Negeri Batu diwakili Kasi Pidum Kejari Batu, Yogi Sudharsono mengungkapkan proses sidang berjalan dengan lancar. Namun demikian pihaknya menyangkal bila keterangan kedua saksi yang dihadirkan berbeda dengan BAP.

"Mengenai hal itu, hak mereka sebagai kuasa hukum. Saksi korban yang kami hadirkan semuanya telah menjelaskan sesuai keterangan yang diketahui dan sesuai BAP," pungkasnya.