Geledah Perusahaan Milik Mardani H Maming, KPK Amankan Dokumen Terkait Suap IUP

Mardani H. Maming kenakan rompi khas tahanan KPK/RMOL
Mardani H. Maming kenakan rompi khas tahanan KPK/RMOL

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Batu Licin 69 yang diduga milik Mardani H Maming (MM).


Hasilnya, KPK menemukan dan mengamankan dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara dugaan suap terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik telah selesai melaksanakan penggeledahan di Kecamatan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel pada Selasa (16/8).

"Informasi yang kami peroleh dari teman-teman di lapangan, karena hari ini diteruskan dengan melakukan pemeriksaan terhadap empat orang yang sudah saya umumkan tadi ya, dari pihak swasta, termasuk kepala desa, itu dari hasil penggeledahan kemarin diperoleh sejumlah dokumen," ujar Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (18/8).

Dari dokumen yang ditemukan dan diamankan itu kata Ali, akan dilakukan analisis untuk melengkapi berkas perkara Maming.

"Dugaan sementara ini kan berkaitan dengan perkara, sehingga tentu kami segera melakukan penyitaan sebagai barang bukti, untuk melengkapi berkas perkara ini," kata Ali dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Dari barang bukti itu kata Ali, juga langsung dilakukan konfirmasi dengan memeriksa empat orang saksi pada hari ini.

Keempat orang yang diperiksa, yaitu Eka Risnawati selaku Ibu Rumah Tangga; Wawan Surya selaku Direktur PT Permata Abadi Raya (PAR) tahun 2013-2020; Ilmi Umar selaku Kepala Desa Sebamban Baru, Tanah Bumbu, Kalsel; dan Riza Azhari selaku swasta.

"Kalau pertanyaan apakah akan melakukan penggeledahan lagi, ya saya tidak bisa sampaikan, karena ini kan teknis strategi penyidikan. Yang pasti kami pasti akan menyampaikan setiap kerja kerja KPK pada teman-teman sepanjang kemudian itu bukan informasi yang dikecualikan, ataupun mengganggu strategi penyidikan," pungkas Ali.

Maming yang juga merupakan Ketua Umum (Ketum) BPP HIPMI periode 2019-2022 ini resmi ditahan KPK pada Kamis (28/7) setelah menyerahkan diri usai menjadi buronan KPK.

Dalam perkaranya, Maming saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018 memiliki wewenang yang satu di antaranya memberikan persetujuan IUP operasi dan produksi (OP) di wilayah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Bumbu, Kalsel.

Pada 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.

Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Maming, Henry diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan ke Maming agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.

Menanggapi keinginan Henry tersebut, di awal 2011, Maming diduga mempertemukan Henry dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Pemkab Tanah Bumbu.

Dalam pertemuan tersebut, Maming yang juga merupakan Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) non-aktif saat ini diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.

Selanjutnya pada Juni 2011, surat keputusan Maming selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani Maming. Di mana, diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate atau dibuat tanggal mundur dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.

Kemudian, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan Pasal 93 Ayat 1 UU 4/2009 yang menjelaskan bahwa pemegang IUP dan IUK tidak boleh memindahkan IUP dan IUK-nya kepada pihak lain.

Maming juga meminta Henry agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang adalah perusahaan milik Maming.

Diduga, PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Adapun perusahaan-perusahaan tersebut, susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Maming.

Kemudian pada 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio. Di mana, pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.

KPK menduga, terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.

Uang yang diduga diterima Maming dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.