DPRD Jatim Fasilitasi Sengketa Penambangan Pasir Kali Sukorejo Antara PT CHP dan PTPN XII

Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (purn) Istu Hari Subagyo saat memimpin rapat terkait sengketa penambangan PT Citra Hasti Pratama dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII/Ist
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (purn) Istu Hari Subagyo saat memimpin rapat terkait sengketa penambangan PT Citra Hasti Pratama dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII/Ist

Sengkarut usaha penambangan pasir di sungai Sukorejo, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri antara PT Citra Hasti Pratama (CHP) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII akhirnya dibahas dalam rapat Komisi A DPRD Jawa Timur, Senin (13/2). 


Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi A DPRD Jatim, Mayjen TNI (purn) Istu Hari Subagyo, hadir dari pihak PT Citra Hasti Pratama (CHP), PTPN XII, BPN Kediri, BPN Provinsi Jawa Timur, dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.   

Direktur pemasaran PT Citra Hasti Pratama, Yusuf Husni mengatakan pihaknya merasa heran dengan klaim PTPN XII bahwa lokasi tambang masuk dalam wilayahnya. 

"Klaim PTPN XII ini aneh. Katanya di sana ada tanaman karet. Padahal tidak ada. Yang ada tanaman nanas yang ditanami warga setempat," ujar Yusuf. 

Yusuf menjelaskan, bahwa permasalahan tambang ini muncul saat PT CHP sudah mengantongi izin resmi usaha penambangan. 

"Kita sudah punya izin resmi dari Gubernur Jawa Timur nomor: P2T/8/15.02/I/2019 tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi tanggal 21 Januari 2021. Kemudian berdasarkan surat yang dikeluarkan BBWS Brantas nomor: HK.05.03-Am/1319/2017 tanggal 27 Desember 2017. Berdasarkan poin (1) dan (2) diketahui bahwa lokasi penambangan PT CHP berada di aliran sungai lahar atau sungai Sukorejo. Tiba-tiba PTPN XII ini mengklaim memiliki HGU (Hak Guna Usaha). Itu kan wilayah sungai, dan berada di wilayah aliran lahar gunung Kelud. Bagaimana bisa HGU bisa keluar," jelasnya. 

Dikatakan Yusuf, selama ini pihaknya telah melakukan penambangan di wilayah sungai yang merupakan milik dari BBWS. Sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Di antaranya melakukan normalisasi sungai yang sudah dipenuhi pasir di sekitar aliran sungai gunung Kelud. Ini sesuai dengan amanat PP No. 38 Tahun 2011 tentang sungai terutama Pasal 57 dan Pasal 58. 

Kesimpulannya sungai Sukorejo pada lokasi tersebut, menurut Yusuf, merupakan sungai lahar gunung Kelud dengan panjang 49,8 kilometer yang apabila terjadi letusan gunung mengalirkan sediman/material yang terbawa oleh aliran sampai ke hilir. 

"Karena itu sangat aneh kalau di wilayah sungai bisa keluar status tanah HGU," ucapnya. 

Yusuf juga menyebut, pihak PTPN XII pernah meminta kompensasi sebesar Rp 33 miliar tapi kemudian kompensasinya turun menjadi Rp 21 miliar. 

Saat itu, kata Yusuf, PTPN XII menawarkan kompensasi untuk rencana ekploitasi sebesar Rp 21.088.112.000. Dengan rincian kompensasi material Rp 4.776.887.000, kompensasi penggunaan lahan Rp 12.333.725.000, dan kompensasi tanaman terdampak Rp 3.987.500.000.

Dalam rapat tersebut, Yusuf menyebut keterangan pihak BPN untuk pengajuan HGU baru harus ada persetujuan dari perangkat desa setempat. Masalahnya, hal ini tidak pernah dilakukan oleh pihak PTPN XII. 

"Apabila ada pengukuran kembali atau perpanjangan HGU, seharusnya melibatkan perangkat desa setempat. Ini sebaliknya. Perangkat desa tidak pernah diundang. Selain itu pihak BBWS Brantas yang memegang wilayah sungai juga harus dilibatkan. Ini kesannya HGU dikeluarkan tapi tidak menganggap lokasi tersebut masuk dalam wilayah sungai," tandasnya.

Sementara itu Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Mayjen TNI (Purn) Istu Hari Subagyo mengatakan akan memfasilitasi pihak-pihak terkait yang bersengketa dalam usaha penambangan pasir di sungai Sukorejo. 

"Perusahaan pertambangan (PT CHP) juga punya ijin resmi sehingga tak bisa disalahkan. Sedangkan semua pihak terkait juga punya bukti-bukti kepemilikan," ujar mantan Pangdam Bukit Barisan ini.

Saat ini, lanjut Politisi asal Fraksi partai Golkar ini, pihaknya masih akan menelusuri dari kajian hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 

"Kami juga akan minta masukan dari pusat tentang perijinan pertambangan dimana dalam hal-hal tertentu kewenangan pemberi ijin dilimpahkan ke propinsi," pungkas Istu.