JPPR Minta KPU Tak Arogan Respon Putusan MA

Gedung KPU RI/Net
Gedung KPU RI/Net

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai mebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI arogan, karena menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung (MA) hanya dengan mengeluarkan surat.


Koordinator Nasional JPPR, Nurlia Dian Pramita berpendapat, KPU RI harusnya merevisi aturan pencalonan mantan narapidana (napi) korupsi usai dinyatakan bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu oleh MA.

Karena menurutnya, putusan MA terhadap judicial review aturan itu merupakan bentuk check and balance atau kontrol cabang kekuasaan negara terhadap kekuasaan negara lainnya.

"KPU harusnya memahami itu. Yakni kekuasaan yudisial (MA) terhadap lembaga negara yang memiliki kekuasaan legislatif, meskipun kekuasaan legislatif yang dimiliki KPU bersifat quasi atau semu legislasi," ujar Paramita kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (5/10).

Sosok yang kerap disapa Mita itu menilai, alasan KPU RI tak masuk akal jika tidak merevisi karena merasa berat jika harus berkonsultasi dengan DPR RI.

"Maka dengan KPU berdalil menunggu konsultasi DPR telah memberikan kesan bahwa KPU tidak memposisikan sebagai lembaga mandiri dengan mengabaikan konstitusi, sistem ketatanegaraan dan sistem hukum di Indonesia," tuturnya.

Sehingga, dia menyimpulkan KPU RI tetap harus merealisasikan putusan MA, dengan cara memastikan partai politik tidak lagi memajukan sosok yang tidak memenuhi syarat masa jeda 5 tahun sebagai calon anggota legislatif.

"Oleh karena itu ketika tindakan KPU mengabaikan putusan MA, maka dapat dikatakan KPU sebagai lembaga publik telah melakukan arogansi dalam berhukum," pungkasnya.