Hantu 'Skenario Chaos'

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

BELAKANGAN beredar gunjingan politik di kalangan warga, jangan-jangan Pemilu ditunda bahkan mungkin Pemilu ditiadakan. Alasannya, demi menjaga kondusivitas, keamanan serta stabilitas politik. Meski cuma gunjingan, tapi ini tetap perlu diwaspadai.

Sampai saat ini dua kubu pro-status quo sudah saling berhadapan. Ketegangan keduanya ibarat bara dalam sekam. Panas di dalam, tak tampak di permukaan. Bisa meledak sewaktu-waktu. Walau tak ada yang bisa memprediksi kapan akan meledak. Yang jelas, ketegangan itu terasa sejak Putusan MK kontroversial tentang batasan usia bacawapres keluar. MK jadi bulan-bulanan. Sejenak, perhatian publik teralihkan dari isu Palestina.

Puncaknya, Ketua MK diganti. Publik tetap kecewa, sebab keputusan MKMK tidak otomatis membatalkan putusan MK ihwal batasan usia bacawapres. Muncul dua kalkulasi politik akibat peristiwa itu. Pertama, partai penguasa menganggap rezim yang diusungnya telah berkhianat. Rezim memalingkan muka dari partai yang telah membesarkannya. Kedua, peristiwa MK itu cuma akal-akalan partai penguasa agar tetap mempertahankan zona nyaman bersama rezim.

Namun, tak bisa dipungkiri. Partai penguasa tetap ingin berkuasa sepenuhnya. Bukan lagi berkuasa melalui petugas partai tapi pesuruh partai. Kesan ini lalu dikontraskan lawan ketua umum partai yang menjadi bacapres. Dari tiga bacapres, hanya dia yang menjadi ketua umum partai. Mungkin ketua umum partai sepanjang hayat. Publik dinina-bobokan lewat citra dan polesannya seolah paling nasionalis.  

Sementara, di seberang, partai penguasa ingin menggenggam seluruh kekuasaan. Bahkan kalau perlu seluruh kewenangan. Tarik-menarik kekuasaan ini terjadi dari hari ke hari. Masing-masing pendukung sudah saling berhadapan. Isu PKI kembali dimainkan untuk menakut-nakuti publik. Dibalas dengan isu dinasti. Kedok rezim dibuka partai penguasa, bahwa penguasa sudah melabrak konstitusi. Rezim dan kroni-kroninya yang sudah berada di zona nyaman selama delapan tahun lebih, jelas tak tinggal diam. Mereka berupaya mempertahankan zona nyaman yang dibiayai APBN selama ini.

Rezim tentu saja tak akan tinggal diam menghadapi serangan bertubi-tubi. Meski akhirnya rezim kewalahan menghadapi serangan publik. Semua taktik bertahan sudah dilakukan, tapi publik ogah dibohongi lagi. Perubahan menjadi isu menakutkan bagi rezim. Desak perubahan bergaung dimana-mana. Sedangkan para punakawan pro-status quo melakukan serangan balik dengan berbagai cara. Situasi boleh jadi kian sulit dikendalikan. Menuju situasi chaos. Maka, tak tertutup kemungkinan, saat rezim kian terdesak, diterbitkanlah dekrit penundaan Pemilu.

Manakala dekrit itu terbit. Sejarah demokrasi di tanah air kembali tercoreng. Syahwat rezim untuk berkuasa sampai harus mengorbankan fatsoen berpolitik, melabrak konstitusi, aksi akal-akalan, semuanya itu serba memuakkan publik.

Periset di Surabaya