Kerasukan L'Etat, C'est Moi

Raja Prancis Louis XIV/Ist
Raja Prancis Louis XIV/Ist

''L'Etat, C'est Moi! (Negara adalah Saya)'' teriak Raja Prancis Louis XIV di hadapan parlemen Prancis pada 13 April 1655. Teriakan itu spontan menjadikan dirinya sebagai raja absolut. Seluruh jalur kekuasaan wajib tunduk pada raja berusia 17 tahun itu. Tak ada yang berani membantahnya. Entah kenapa.

Sosok berjuluk 'Le Roi Soleil' (Kaisar Matahari) ini berkuasa di Prancis selama enam dekade sejak ia memproklamirkan diri sebagai negara itu sendiri. Semua kekuasaan ada pada dirinya. Kekuasaan politik digenggamnya, kekuasaan hukum di tangannya, kekuasaan legislatif dicengkeramnya. Ia berkuasa penuh atas negara. Tak ada yang berani melawannya.

Ia merekayasa situasi. Semua rival politik disingkirkannya. Semua kritikus dibungkamnya. Tak ada sistem 'check and balance'. Sebab, semua berpangkal pada dirinya. Berkat frasa 'Negara adalah Saya', maka raja yang sudah berkuasa sejak berusia lima tahun itu benar-benar dirinya absolut. Titahnya adalah hukum. Perintahnya adalah regulasi. Instruksinya menjadi aturan.  

Ia meninggal pada 1715. Selama 74 tahun sepeninggal dirinya, politik Prancis berada dalam pasang surut, sampai terbentuk Majelis Umum pada 1789. Itulah awal Revolusi Prancis. Rakyat Prancis emoh dipimpin lagi absolutisme kerajaan. Monarki ternyata membawa kesengsaraan luas. Politik dinasti tak membawa manfaat untuk kesejahteraan umum.

Pesta-pora kroni-kroni raja sejak saat itu berakhir. Pemerintahan demokratis mulai menjadi idaman rakyat. Keinginan untuk menjaga marwah negara begitu kuat, khususnya menjaga netralitas negara dari kepentingan pribadi kepala negara. Tapi, rupanya roh ''L'etat c'est moi'' masih bergentayangan. Jasad Louis XIV memang telah tiada, tapi spirit absolutismenya tetap mengembara. Ia bisa merasuki kepala negara manapun.

Bagi roh ini, sistem demokrasi cuma wadah. Sebagaimana sistem monarki, yang juga sekadar tempat. Roh 'L'etat, c'est moi' bisa masuk ke sistem pemerintahan apapun. Bahkan roh itu bisa merasuki kepala negara untuk menciptakan dinasti. Saat itu terjadi, kepala negara pelan-pelan mengubah dirinya menjadi absolut. Menjadi mutlak. Semua kemauannya harus dituruti. Segala titahnya wajib diikuti. Jika tidak, maka penentangnya akan disingkirkan. Melalui cara kasar atau halus. Melalui cara terang-terangan maupun rekayasa.

Tidak ada netralitas bagi kepala negara yang sudah kerasukan roh 'L'etat, c'est moi'. Seluruh ASN diwajibkan ikut perintahnya agar tercipta dinasti. Semua aparat dikerahkan untuk memenangkan pertarungan di arena politik. Akibat kerasukan 'L'etat, c'est moi', lalu ketidaknetralan menjadi harga mati.

Periset di Surabaya