KPK di Pilgub Jatim 2024


EMPAT partai politik (parpol) sudah memilih siapa yang akan diusungnya pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2024. Dialah Gubernur Jawa Timur saat ini, Khofifah Indar Parawansa. Meski masih menjabat sebagai gubernur, tentu bukanlah halangan bagi keempat parpol tersebut untuk mulai mendukung Khofifah agar maju kembali sebagai calon gubernur provinsi berpenduduk terbanyak kedua se-Indonesia ini.

Dukungan keempat parpol itu sudah mencukupi bagi Khofifah untuk maju ke arena Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2024 Jawa Timur. Namun, lepas dari dukungan tersebut sebenarnya yang perlu disimak baik-baik oleh warga Jawa Timur adalah serangkaian operasi aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jawa Timur sejak Desember 2022.

Bagi siapapun yang peka tentu akan segera tahu, bahwa itu bukan operasi biasa. Tak sekadar operasi KPK memberantas korupsi. Tapi, operasi sarat politik bagian dari Perang Urat Saraf (PUS) kepada para aparatur di daerah. Pesan yang tersirat, jangan main-main dengan elit status quo jika tak ingin dicokok KPK. Filsuf Prancis, Michel Foucault (1978), menyebut situasi semacam itu sebagai pendisiplinan terhadap aparatur negara melalui provokasi horor. Menakut-nakuti.

Tak bisa dipungkiri, operasi KPK di Jawa Timur yang intensif sejak akhir 2022 sangat berkait pada politik. Aparat KPK yang mengobok-obok ruang dinas, rumah dinas dan lokasi-lokasi lain, yang dipotret media secara luas telah berdampak secara psikis dan mental kepada kerja-kerja birokrasi pada hari-hari berikutnya. Itulah bentuk teror mental. Mencengkeram birokrasi, menyandera pucuk pimpinan di Jawa Timur.

Melalui penyitaan arsip dan dokumen dari kantor Gubernur Jawa Timur, KPK mulai menelisik satu target ke target lainnya. Mencari jejaring antar target itu, meski sampai kini tak jelas apa hasil dari penyitaan tersebut. Nyaris setahun lebih hasil penyitaan itu tak terlihat. Proses hukum memang harus ekstra hati-hati, tapi setahun tanpa ada kejelasan proses, tentu masyarakat Jawa Timur layak mempertanyakan motif KPK selain pemberantasan korupsi.    

Tampaknya, KPK bukan lagi hadir sebagai lembaga pemberantasan korupsi, sebab isu korupsi sudah menjadi isu politik. KPK sudah metamorfosis menjadi bagian dari operasi politik guna mendisiplinkan siapapun di dalam pemerintahan agar lebih patuh, tunduk, loyal serta taat pada apa keinginan rezim. Bukan lagi murni penegakan hukum. Maka, siapapun yang sudah terjerat operasi KPK akan segera dicap sebagai sosok bermasalah. Meski belum dibuktikan di proses pengadilan.

Apalagi, belakangan KPK banjir sorotan setelah ketuanya diberhentikan sementara. Peristiwa ini sekali lagi menegaskan bahwa KPK bukanlah semata lembaga pemberantasan korupsi. Sebab, korupsi sudah menjadi isu politik untuk kelanjutan rezim.

Peneliti di Surabaya