Tak Tahan Dengan Perlakuan Mandor, Pekerja Pabrik Eratex Mengadu ke Dewan

Caption : Khusnul Khotimah/Nyai saat ditemui di Rumahnya.
Caption : Khusnul Khotimah/Nyai saat ditemui di Rumahnya.

Seorang pekerja pabrik Garmen yang bekerja di PT Eratex Djaja Kota Probolinggo mengaku tidak tahan atas perlakuan mandornya. Perlakuan yang dinilai tidak wajar tersebut diadukan ke DPRD Kota Probolinggo. 


Perempuan yang tinggal di Blok Essan RT 7 RW I, Kelurahan Jrebeng Kidul, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo tersebut mengadu, karena kerap mendapat perlakuan yang tidak seharusnya dan tidak sebagaimana mestinya. 

Terakhir, Khusnul Khotimah disetrap layaknya seorang murid. Ia dihukum berdiri dari pukul 01.00 hingga menjelang jam pulang kerja, yakni pukul 04.30 pagi.  Tidak sampai disitu, perempuan yang biasa disapa nyai oleh rekan-rekan kerjanya tersebut tidak boleh masuk kerja oleh sang mandor. 

“Kalau enggak salah kejadiannya Selasa kemarin. Waktu itu saya kerja ship malam, sudah sering saya diperlakukan seperti itu, ” ujar Khusnul Khotimah, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, sabtu (30/12). 

Sering diperlakukan seperti itu khusnul Khotimah tidak masuk kerja. Selain karena dilarang, ia trauma dengan perlakuan mandor atau atasannya yang berinisial AN. 

Saat ditemui di rumahnya, Khusnul Khotimah mengaku tidak tahu, mengapa diperlakukan seperti itu. Padahal, nyai tidak pernah cek-cok dengan AN sebelumnya. 

“Mungkin karena saya kerja tidak memenuhi target, sehingga saya diperlakukan diskriminasi. Kan kerjanya ditarget,” ucapnya. 

Perlakuan mandor AN seperti itu sudah berlangsung lama, namun tidak dilaporkan ke pihak manajemen. Nyai takut melapor ke pihak manajemen, karena diancam oleh mandor AN. 

Mandor AN lanjut nyai, pernah mengatakan, kalau nasibnya ada diujung pena AN. “Saya sudah tidak tahan. Saya mengadu ke DPRD, agar apa yang saya alami tidak merembet ke karyawan lain,” harap nyai. 

Ditambahkan, Selama bekerja di PT Eratex Djaja, nyai masuk kerja terus alias tidak pernah bolos. Bahkan, nyai pernah ditolak atau tidak diberi izin saat mengajukan cuti. 

“Setahun kan dapat jatah cuti 12 hari. Untuk tahun ini kartu cuti saya tinggal 9. Hanya 3 hari saya dapat cuti. Enggak tahu kenapa saya tidak dikasih cuti. Mungkin karena saya tidak ke rumahnya. Kan kalau ke rumahnya, bawa oleh-oleh,” tegas nyai. 

Belakangan lanjut nyai, dirinya tidak dikasih kerja lembur, sedang karyawan lain lembur. Nyai berharap, DPRD membantu dirinya, agar mendapat perlakuan semestinya, sesuai aturan perusahaan dan perundang-undangan. 

Saat ditanya, jika diminta kerja kembali oleh pihak perusahaan, apakah bersedia atau tidak. Perempuan yang bekerja di bagian finishing Garmen 2 Len I A itu, menjawab, bersedia. Asal tidak lagi bekerja dibagian ironing atau setrika yang dimandori AN. 

“Kalau bekerja di bagian yang sama, enggak. Kalau dipindah ke bagian lain, kami bersedia. Saya trauma dengan perlakuan AN,” pungkasnya. 

Terpisah, Sahri Trigiantori salah satu manajer di PT Eratex Djaja, perusahaan garment melalui pesan singkatnya mengatakan bahwa akan meluruskan permasalahan tersebut.

“Kalau benar ada yang seperti itu, nanti kita luruskan agar tidak seperti itu,” ujar sahri dalam pesan singkatnya.