LBHAM: Tragedi Boyolali Masuk Pelanggaran HAM

Gus Faizudin Fil Muntaqobat/RMOLJatim
Gus Faizudin Fil Muntaqobat/RMOLJatim

Lembaga Bantuan Hak Asasi Manusia (LBHAM) mengecam keras aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.


Menurut Gus Faizudin Fil Muntaqobat, Kordinator LBHAM, aksi yang dilakukan oleh oknum anggota TNI ini sudah masuk kategori pelanggaran HAM, dimana setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan/atau mencabut HAM seseorang atau kelompok.

"Ini merujuk dalam Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000 dinyatakan setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama dengan cara mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok," ujar Gus Faiz, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (31/12).

Bahkan, lanjut Gus Faiz menegaskan, dalam UU No. 39 tahun 1999 dinyatakan, setiap bentuk perbuatan seorang atau sekelompok orang maupun aparat negara yang menafikan HAM dimasukkan dalam kategori pelanggaran terhadap HAM.

"Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa penyiksaan," imbuh Gus Faiz.

Untuk itu, Gus Faiz, kasus penganiayaan yang menyebabkan luka-luka dan meninggal dunia diusut tuntas. Menurutnya, implementasi demokrasi dan HAM tidak akan bermakna dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat apabila tidak ditunjang dengan penegakan hukum.

"Seharusnya semakin banyaknya instrumen HAM baik pada tingkat internasional maupun dalam negeri Indonesia dan Keppres No. 129 Tahun 1998 sebagai bagian dari rencana aksi HAM tahun 1998–2003 menunjukkan kemampuan politik pemerintah untuk memajukan HAM di Indonesia," tandasnya.

Ia menegaskan, ada tatanan operasional dibuat Komisi Nasional HAM berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993, namun demikian pelaksanaan HAM di Indonesia masih memerlukan perbaikan karena masih sering terjadi pelanggaran HAM yang tidak diselesaikan secara hukum.

"Pengusutan yang terjadi di Boyolali sesuai dengan restitusi dan rehabilitasi yang diatur dengan menggunakan UU yang ada," terangnya.

Gus Faiz juga mendorong ketentuan pidana yang dijatuhkan terhadap pelanggaran HAM di Boyolali, di mana meliputi kejahatan kemanusiaan yaitu pidana mati, pidana seumur hidup dan penjara antara 10 sampai 25 tahun.

"Ini kami dasari bahwa, pelanggaran HAM dapat terjadi dalam dua cara, yaitu sebagai berikut, pelanggaran yang dilakukan oleh negara secara aktif dengan tindakan yang bersifat langsung sehingga menimbulkan pelanggaran HAM, pelanggaran yang timbul akibat kelalaian negara," tambahnya.

Gus Faiz meminta Pemerintah untuk meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah penegakan hukum secara konsisten dan tidak pandang bulu. Dengan demikian, supremasi hukum harus sungguh-sungguh diwujudkan demi perlindungan dan jaminan terhadap HAM.