Sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat peduli demokrasi berbaur dalam Bukber (Buka Bersama) Kaum Revolusioner di salah satu rumah di jalan RA Kartini, Jombang. Dalam gagasannya, mereka menilai demokrasi di Indonesia telah diambang kehancuran. Untuk itu, para mantan aktifis 98 dan aktifis mahasiswa era generasi z (Gen Z) ini berkumpul mempertahankan kedaulatan negara bukan absolutisme pemimpin nasional.
Menurut aktifis 98 yang bergerak dikampus-kampus daerah, Qomar menilai api revolusi di dalam jiwa generasi muda tidak boleh padam, harus selalu hidup dan menghidupi. Di setiap daerah harus selalu dijaga.
"Karena jiwa revolusi inilah yang akan selalu menjadi suluh dan penggerak semua anak bangsa dalam menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia agar selalu eksis," ujar Cak Qomar, sapaan akrabnya, yang juga Kordinator Gerakan Rakyat Demokratik Jawa Timur, Selasa (26/03) dikutip Kantor Berita RMOLJatim.
Ditempat yang sama, Wawan Leak salah satu aktifis 80 an dan penggiat demokrasi ini menegaskan bahwa ada kefatalan tata kelola berbangsa dan bernegara yang dilakukan oleh Rezim Jokowi, dan sangat mencederai rakyat Indonesia yaitu tentang Politik Dinasti.
"Dan ini bentuk barbarian, sehingga menjadi kewajiban segenap rakyat Indonesia guna menggaungkan pelengserannya. Dan itu menjadi pintu gerbang, menuju kesejahteraan yang berkeadilan bagi segenap rakyat Indonesia," ujarnya.
Disisi lain, Medan Amrullah, Inisiator GemassDin Jombang memberi pandangan bahwa masyarakat sipil secara alamiah hadir di saat struktur kekuasaan semakin ketat dan kaku, yang dimana Jokowi sebagai simbol kekuasaan telah mendegradasi demokrasi.
"Dimana proses pemilu di mobilisasi sedemikian rupa, cawe cawe Jokowi dalam proses Pemilu, hal tersebut memicu ketidakpuasan masyarakat sipil terhadap proses Pemilu 2024. hari ini gerakan sipil/people power menjadi alternatif saluran untuk mengembalikan muruah demokrasi," ujar Bang Medan, demikian akrab dipanggil yang senior HMI di Jombang.
Sementara dari kalangan Mahasiswa yang hadir dalam BUKBER Kaum Revolusioner tersebut, Mario Pandu selaku Aksi Propaganda BEM UNDAR mengatakan adanya ketidakadilan politik itu karena ada imperialisme dan penyalahgunaan wewenang anggaran dan fasilitas untuk kepentingan kekuasaan.
"Daulat rakyat adalah daulat negara bukan berkehendak kepentingan perut dan jabatan, hari ini fenomenanya banyak yang kelaparan kemiskinan dan tidak adanya didikan regulasi tapi mengeluh untuk melawan yang bersalah," ujarnya.
Senada, Alif aktifis mahasiswa GMNI menilai bangsa ini memanglah besar, simbolik Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, namun simbolik itu menjadi bayangan semu, jika masih ada unsur ketidakadilan dalam gerakan sosial antara masyarakat dan pemerintah, maka cita -cita bangsa Indonesia yang diharapkan kedepannya yakni Indonesia emas, nanti hanyalah omong kosong belaka.
Maka dari itu, lanjutnya, yang kita harapkan generasi muda hari ini mampu menyadari akan hal tersebut dan mampu bergerak untuk menegakkan keadilan di negeri ini, agar menjadi bangsa yang berdaulat.
Terakhir, Gus Faizzudin aktifis LBHAM (Lembaga Bantuan Hak Asasi Manusia) menyambut baik dan sangat senang sekali dengan adanya gagasan penyatuan kaum revolusioner di Jombang tersebut.
"Memang sudah saatnya kaum revolusioner untuk bersatu menyikapi keadaan pemerintahan dari tingkat pusat hingga daerah yang semakin hari semakin jauh dari rakyatnya," tegas Direktur LBHAM.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemkot Surabaya Gelar Upacara Hari Kesaktian Pancasila, PJs Wali Kota Restu Berharap Masyarakat Teladani Nilai-Nilai Kemanusiaan
- Pilkada 2024, ASN Pemkab Jombang Ikrar Komitmen Jaga Netralitas
- Guru Bahasa Arab asal Gambiran Harumkan Nama Banyuwangi di Tingkat Nasional