Rusia secara resmi menarik diri dari Perjanjian Langit Terbuka atau Open Skies. Langkah itu mengikuti keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menarik diri pada November 2020 lalu.
- Peluang Puan Jadi Capres Cukup Besar
- Debat Capres-Cawapres Berpasangan, Bawaslu: Itu Kewenangan KPU
- Menhan Prabowo Pastikan Putra-Putri Prajurit KRI Nanggala-402 Dapat Kursi Di Sekolah Kemenhan
Kementerian Luar Negeri Rusia pada Sabtu (18/12) mengatakan, selama beberapa dekade, pihaknya telah melakukan 646 penerbangan, dan mengizinkan 449 penerbangan dilakukan di wilayahnya di antara 1.580 total penerbangan yang dilakukan.
"Sayangnya, semua upaya kami tidak memungkinkan untuk melestarikan perjanjian seperti yang dimaksudkan penulisnya. Seluruh tanggung jawab atas degradasi perjanjian terletak pada pemrakarsa runtuhnya Open Skies, Amerika Serikat," kata kementerian, seperti dikutip Xinhua.
Kendati begitu, kementerian mengakui implementasi perjanjian tersebut bermanfaat untuk memperkuat kepercayaan dan keamanan, menciptakan peluang tambahan untuk penilaian yang objektif, serta tidak memihak terhadap potensi militer dan kegiatan militer dari negara-negara yang berpartisipasi.
Setelah penarikan resmi AS, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Januari ini bahwa negara tersebut telah memulai prosedur hukum domestik untuk penarikan resmi dari Open Skies.
Pada 7 Juni, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani UU untuk keluar dari perjanjian itu.
Open Skies berlaku sejak 2002, memungkinkan negara-negara pihak untuk melakukan penerbangan pengintaian tanpa senjata dalam waktu singkat di atas wilayah negara lain untuk mengumpulkan data tentang kekuatan dan kegiatan militer.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Puluhan WNI Disekap di Kamboja, Ketua NasDem Minta Pemerintah Bisa Pulangkan dengan Selamat
- Puan Sebut Gibran Belum Mengundurkan Diri dari PDIP
- Presiden Prabowo Harus Wujudkan Keadilan Hukum Dalam Kasus Tom Lembong