Negara tidak boleh tinggal diam terhadap teror pembunuhan yang dialami mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM yang menjadi menjadi panitia penyelenggara diskusi Constitutional Law Society (CLS) tentang "Persoalan pemecatan presiden di tengah pandemik ditinjau dari Sistem ketatanegaraan".
- Diabaikan Indonesia, Ketua DPRD Gresik Hadiahi Juara Qori Internasional ONH Plus
- Trauma Belum Usai, Gempa Bumi Kembali Guncang Malang
- Tim Densus 88 Amakan Terduga Teroris di Bojonegoro
Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (IKA FH UNNES), Muhtar Said dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (30/5).
"Jika sudah ada ancaman pembunuhan maka ini sudah masuk ranah pidana, maka penegak hukum harus mengusut tuntas siapa yang mengancam. Ini kejahatan serius karena membungkam kebebasan akademik melalui kejahatan," kata pengajar Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) ini.
Menurut Muhtar, kegiatan yang diadakan oleh kelompok studi mahasiswa Fakultas Hukum UGM itu merupakan kebebasan akademik yang mutlak.
Dalam perspektif, lanjutnya, perguruan tinggi kegiatan diskusi ilmiah bersifat kebebasan mimbar akademik.
Karena itu tindakan intimidasi yang mengarah teror apalagi ancaman pembunuhan sudah masuk ranah pidana.
Ia pun mendesak kepada aparat penegak hukum segera mengusut tuntas aksi oknum tersebut.
"Apabila yang mengancam ada unsur penyelenggara negara maka ini membuktikan era orde baru kembali lagi. Negara jangan tinggal diam, aparat penegak hukum berkewajiban mengusut pelaku," demikian kata Pria yang juga Direktur Said Law Office ini.
- Sebanyak 15 Ribu Anak Terjangkiti Covid-19, 165 Meninggal Dunia
- Korban Meninggal Erupsi Semeru Terbanyak dari Kecamatan Pronojiwo, Terluka dari Kecamatan Candipuro
- Mahasiswa Sumsel Paksa Masuk Gedung DPRD