Kapal Pencuri 21,5 Ton Solar Pertamina Sewajarnya Disita Untuk Menutupi Kerugian Negara

Ketua Pembina GM Forsak, Tjetjep Mohammad Yasien/RMOLJatim
Ketua Pembina GM Forsak, Tjetjep Mohammad Yasien/RMOLJatim

Gerakan Moral Forum Santri Anti Korupsi (GM Forsak) mempertanyakan penuntasan pengusutan kasus pencurian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar milik Pertamina sebanyak 21,5 ton di wilayah Tuban, Jawa Timur yang ditangani oleh Ditpolairud Korpolairud Baharkam Polri.


Sampai hari ini, GM Forsak belum mengetahui sampai sejauh mana penyidikannya. Sebab belum ada penjelasan resmi dari Ditpolairud. 

"Informasi yang kami dapat memang sudah ada pemeriksaan terhadap beberapa saksi," terang Ketua Pembina GM Forsak, Tjetjep Mohammad Yasien saat berbincang dengan Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (3/6). 

Yasien menjelaskan, agar tidak terjadi kesimpangsiuran di publik, pihaknya berharap ada keterbukaan dalam penyidikan kasus tersebut. 

Pasalnya, kasus pencurian BBM Pertamina itu tergolong pidana serius karena melanggar prosedur keselamatan (Health, Safety, Environment) di sektor migas yang ketat. Sebab jika terjadi insiden bisa mengancam lingkungan hidup dan jiwa manusia dalam skala besar. 

"Ini kejahatan serius. Bukan hanya melibatkan pegawai rendahan. Apakah kasus pencurian ini hanya terjadi sekali, atau sudah dilakukan sejak tahun 2017 atau bahkan sejak lama. Kalau itu yang terjadi, maka ada potensi kerugian negara sangat besar," jelas Yasien. 

Dikatakan Yasien, pencurian BBM jenis solar Pertamina tersebut terjadi di wilayah obyek vital (Obvit) nasional perairan Tuban, yang tentu pengamanannya sangat ketat. 

"Jangankan dijaga ketat karena masuk wilayah Obvit Pertamina, untuk memasang pipanya saja tidak sembarangan. Pipa itu mengalirkan BBM dari SPM ke tangki darat Pertamina. Untuk menyambungkan pipa harus pakai ploting hose yang dimodifikasi dengan reduser 17'in ke 4'in bentuk T. Artinya itu pipa khusus yang dipasang secara khusus juga. Tidak semua kapal punya pipa jenis itu, kecuali Pertamina," urainya. 

Belum lagi kapal MT Putra Harapan pernah mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance) dari Syahbandar Pelabuhan Tanjung Perak menuju perairan Tuban pada 3 Mei 2020. 

"Artinya kapal tersebut memiliki surat-surat resmi. Tapi yang kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana kapal itu bebas keluar masuk mengambil solar milik Pertamina. Maka, ini bukan pencurian biasa melainkan sudah masuk kategori penggelapan. Kalau yang namanya pencurian kan tidak diketahui orang. Sedang operasional kapal MT Putra Harapan resmi," tegasnya. 

Seperti diketahui, dari data di Kementerian Perhubungan diketahui kapal yang dipergunakan adalah kapal MT Putra Harapan TPK: 1982 HHa No. 527/L, yang terdaftar atas nama PT Hub Maritim dengan No. RPK AL.103/2000/71222/67846/20. 

Kapal MT Putra Harapan diketahui milik perusahaan perusahaan layanan bunker standar internasional dan transportasi bahan bakar (fuel petroleum) yang bermarkas di Jalan Ikan Mungsing, Tanjung Perak, Surabaya. 

Kapal MT Putra Harapan tercatat kongsi dengan PT AKR Corporindo Tbk, perusahaan yang memasarkan dan mendistribusikan BBM merk dagang PT AKR Corporindo Tbk, AKRA SOL-8 (Solar) dan AKRA SOL-3 (FO). 

Yasien melanjutkan, polisi jangan segan-segan untuk menuntaskan penyidikannya bila terjadi kerugian negara.

"Bahkan kalau bisa kasus ini dibawa ke ranah korupsi. Sebab potensi kerugian negaranya sangat besar," harapnya.    

Selain menyita kapal MT Putra Harapan sebagai bukti, kata Yasien, kapal tersebut bisa untuk menutupi kerugian negara. 

"Sejauh ini belum ada penjelasan lanjutan soal status kapal. Memang sewajarnya kapal disita sebagai bukti untuk menutupi kerugian negara akibat aksi pencurian tersebut," imbuhnya. 

Selanjutnya, Yasien juga mempertanyakan status tersangka yang terlibat dalam pencurian solar Pertamina. 

"Siapa yang bertanggungjawab atas semua itu. Terus bagaimana dengan orang-orang yang melarikan diri menceburkan ke laut, apakah sudah ditangkap atau belum. Apakah sudah ada penambahan tersangka. Ini harus segera ditindaklanjuti," tandasnya.