Mata Najwa Beberkan Fakta, Luhut Sulit Membantah Jejak Bisnis Tambangnya di Papua

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan/Net
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan/Net

Meski Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah melaporkan dua aktivis pegiat sosial, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, posisinya tetap terdesak.  


Disampaikan Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, Luhut dalam posisi terdesak setelah acara “Mata Najwa” membeberkan fakta-fakta mengenai keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua. Fakta-fakta yang ditampilkan juga diyakini akan sulit dibantah oleh Luhut.

“Kalau melihat fakta yang ditampilkan “Mata Najwa", sepertinya Luhut akan sulit membantah bahwa memang ada "jejak" Luhut soal bisnis tambang di Papua,” ujarnya dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Minggu pagi (3/10).

Secara khusus, Iwan Sumule justru meminta kepada Haris Azhar dan Fatia untuk balik melaporkan Luhut ke polisi. Alasannya, karena data-data yang mereka laporkan disebut informasi bohong alias hoax.

“Sebaiknya Bung Haris Azhar melaporkan balik Luhut dengan laporan fitnah,” tutupnya.

Acara Mata Najwa sempat menampilkan hasil penelusuran dokumen data-data terbuka dan wawancara soal keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua.

Berikut laporan narasinya secara lengkap:

Kami mengidentifikasi ada 4 perusahaan yang memiliki konsensi tambang di Intan Jaya. Keempat perusahaan itu yakni BUMN PT Aneka Tambang, PT Madinah Qurrata'ain, PT Nusapati Patria, dan PT Kotabara Miratama.

Pada Oktober 2016, induk PT Madinah, yakni Perusahaan asal Australia West Wits Mining menyerahkan 30 persen kepemilikan proyek di Sungai Delewo kepada PT Tobacom Del Mandiri. Seperti tertera dalam annual report milik West Wits Mining pada dokumen ini.

Setahun kemudian pada 2017, West Wits Mining merilis berita peralihan saham itu akan diberikan pada PT Tambang Raya Sejahtera.

Saat membedah akta PT Tobacom Del Mandiri dan PT Tambang Raya Sejahtera, 2 perusahaan ini sama-sama dimiliki PT Toba Sejahtera.

Dari dokumen ini terlihat, hampir 99,9 persen saham PT Toba Sejahtera dikuasai Luhut Pandjaitan.

Meski menyebut mengakuisisi saham PT Madinah sejak 2016, perubahan kepemilikan saham di PT Madinah ternyata baru terjadi pada 2018.

Menariknya lagi, perubahan kepemilikan saham di PT Madinah itu ternyata tidak memasukkan PT Tobacom Del Mandiri atau PT Tambang Raya Sejahtera, melainkan perusahaan yang sama sekali berbeda, yaitu PT Bytech Binar Nusantara.

Sampai sekarang, Perusahaan ini memiliki 30 persen saham di PT Madinah, 99 persen saham PT Bytech dimiliki Paulus Prananto, dia adalah seorang purnawirawan TNI.

Sosok ini juga sempat muncul di dua perusahaan Luhut, yakni di PT Tambang Raya Sejahtera dan PT Tobacom Del Mandiri. Di situ, ia menjabat sebagai Direktur. Di akun LinkedInnya, sampai sekarang Paulus mengaku bekerja sebagai Direktur PT Toba Sejahtera, induk grup perusahaan yang dimiliki Luhut.