Tak Patah Semangat, Pengrajin Rotan ini Tetap Eksis di Tengah Krisis Pandemi

 Pemilik Toko Era Jaya, Ikhsan Abdul Gani saat menunjukkan tudung saji yang dibuatnya/RMOLSumsel
Pemilik Toko Era Jaya, Ikhsan Abdul Gani saat menunjukkan tudung saji yang dibuatnya/RMOLSumsel

Tumpukan rotan terlihat memenuhi gudang Toko Era Jaya, mulai dari kursi, meja hingga tudung saji. Barang tersebut hasil buah tangan Ikhsan Abdul Gani yang sudah dipesan para pelanggannya dari sejumlah pelosok Sumatera.


Pria asal Jawa Barat ini merupakan pemilik Toko Era Jaya yang dibangunnya sejak tahun 1998 dan tetap eksis meski di tengah krisis pandemi Covid-19.

“Sebelumnya ada dua pengrajin tambahan dan semua dari Jawa. Tapi berhubung saat pandemi ini, mereka dengan sendirinya pulang dulu ke kampung. Karena kita disini ibaratnya besarlah pengeluaran setiap harinya daripada hasil produksinya,” katanya,dilansir dari Kantor Berita RMOLSumsel.

Meski ditinggal karyawannya, pria paruh baya ini tidak pernah patah semangat dan tetap menjalankan usahanya agar tetap berkembang dan eksis, walaupun omset yang didapat tak sebanding dengan omset sebelum terjadi pandemi.

“Omset perbulan ini sekarang sudah bisa stabil. Sebulan ini kita dapat omset sebesar 15 Juta perbulan. Tapi tak sebanding dengan omset sebelum pandemi. Dulu kita bisa tembus Rp25 Juta lebih untuk satu bulannya,” kata pria 54 tahun tersebut.

Kini, usaha yang digelutinya ini perlahan mulai banyak mendapatkan kembali pesanan. Bahkan, pesenan yang datang berasal dari Bangka Belitung, dan beberapa daerah di Sumsel. Ayah empat anak ini mengaku kewalahan untuk mengerjakan sendiri pesananan tersebut.

"Sekarang kita lagi pengerjaan pesanan dari Bangka Belitung, ini juga banyak mereka pesan sampai 27 juta lebih," terangnya.

Pengerjaannya dilakukan di gudang sekaligus tokonya, yang berada di Kelurahan 3 Ilir, atau tepatnya di dekat Pelabuhan Boom Baru, Palembang. Sedangkan, bahan bakunya digunakan yakni bambu jenis Manau yang didapatkannya dari dari Bengkulu, Baturaja, Lubuk Linggau dan Ranau. 

Menurutnya, bahan baku tersebut tergolong jenis yang paling baik dan mahal sehingga satu set kursi bisa dibandrol senilai lima sampai tujuh juta rupiah. 

"Kenapa pakai jenis ini, karena kayu jenis ini bisa tahan hingga 50 tahun, asal tidak terkena air.”

Ikhsan juga mengatakan jenis barang yang bisa didapatkan di tokonya ada kursi tamu, kursi makan, kursi teras, kursi bar coffee dan kursi anak-anak. “Ada juga tudung saji, tempat tidur, wadah buah, dan banyak lainnya. Kita disini juga menerima service barang juga,” sebutnya.

Namun, meski usahanya sudah kembali normal, masih ada kerisauan yang digundahkan oleh Ikhsan. Ia selalu bertanya-tanya, apakah kerajinan ini akan mendapatkan banyak regenerasi. Lantaran di Palembang, sangat sedikit sekali yang tertarik belajar kerajinan tersebut.

“Saya tidak tahu, apakah kerajinan ini akan terus dilestarikan. Karena saya sendiri merasa, daerah sini yang semi kota saja tidak banyak yang tertarik dengan kerajinan bambu ini. Padahal jika dilihat, omset yang didapatkan juga sangat lumayan sekali,” risaunya.

Ikhsan sangat berharap akan ada penenrusnya untuk melestarikan kerajinan ini. Ia juga bersedia untuk mengajarkan siapa saja yang ingin belajar membuat karya ini.

“Saya siap untuk mengajarkannya, jika ada yang ingin belajar,” pungkasnya.