Hakim Isyaratkan Tahan Notaris Edhi Susanto dan Istri Jika Tak Lakukan Ini...

Terdakwa Edhi Susanto dan Istrinya, Feni Talim saat persidangan di PN Surabaya/Repro
Terdakwa Edhi Susanto dan Istrinya, Feni Talim saat persidangan di PN Surabaya/Repro

Notaris Edhi Susanto dan istrinya, Feni Talim didudukkan sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pasangan suami istri ini diadili dalam berkas perkara terpisah. 


Sang suami diadili atas perkara membuat surat palsu, sedangkan sang istri disangkakan menggunakan surat palsu yang diduga untuk pengurusan ceking sertifikat di Kantor BPN Surabaya II atas nama Itawati Sidharta.

Dalam sidang perdananya, Suparno selaku ketua majelis hakim mempersoalkan tentang status tahanan kota kedua terdakwa. Untuk itu, Suparno pun meminta kepada penasehat hukum untuk membuat surat permohonan kepada majelis hakim agar tahanan kota kedua terdakwa dilanjutkan oleh majelis hakim, namun harus disertai dengan alasan yang jelas.

"Buat permohonan sertakan alasannya yang bisa diterima oleh hakim, apakah sakit atau apa," kata Hakim Suparno di ruang Sidang Garuda 2 PN Surabaya, Kamis (9/6).

Sementara itu, Ronald Talaway selaku penasehat hukum kedua terdakwa membenarkan jika kliennya berstatus tahanan kota.

"Sejak penyidikan memang tahanan kota," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan melalui selulernya.

Dijelaskan dalam surat dakwaan, kasus yang menjerat pasutri ini bermula ketika Hardi Kartoyo bermaksud menjual 3 bidang tanah dan rumahnya kepada Tiono Satria Dharmawan dengan kesepakatan harga seluruhnya Rp 16 miliar.

Rencananya pembelian tanah dan rumah tersebut akan dibiayai oleh Bank Jtrust Kertajaya dan Notaris Edhi Susanto ditunjuk oleh Bank Jtrust Kertajaya untuk memfasilitasi proses jual beli antara Tiono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dan isterinya yang bernama Itawati Sidharta.

Tanggal 14 Nopember 2017 Hardi Kartoyo menyerahkan ke 3 SHM yakni SHM No. 78/K, SHM No. 328/K dan SHM No. 721 kepada Notaris Edhi Susanto untuk dilakukan cheking sertifikat di BPN Surabaya II.

Tanggal 13 Desember 2017, Tiono Satria Dharmawan menyerahkan cek Bank Danamon Rp 500 juta kepada Notaris Edhi Susanto untuk diserahkan kepada Hardi Kartoyo sebagai uang tanda jadi pembelian tanah dan rumah di jalan Rangka Gang VII yang kesemuanya atas nama Itawati Sidharta tersebut.

Tanggal 19 Desember 2017 oleh Notaris Edhi Susanto, cek Bank Danamon senilai Rp 500 juta tersebut diserahkan kepada Hardi Kartoyo dengan catatan apabila hasil ceking cek terhadap 3 SHM tersebut bermasalah dan pihak penjual membatalkan transaksi jual belinya maka uang tersebut harus dikembalikan kepada pembeli tanpa potongan apapun.

Karena pengurusan maupun cheking 3 SHM tidak segera diselesaikan, tanggal 19 Pebruari 2018, Notaris Edhi Susanto membuat surat pernyataan yang isinya apabila dalam waktu 2 bulan belum juga terjadi transaksi jual beli antara Hardi Kartoyo dengan Tiono Satria Dharmawan maka uang muka dianggap hangus dan sertifikat asli dikembalikan. 

Setelah ditunggu-tunggu juga tidak ada kelanjutannya proses jual beli tersebut selanjutnya Hardi Kartoyo sering datang ke kantor Notaris Edhi Susanto dengan maksud meminta 3 SHMnya tersebut, namun Edhi Susanto tidak bersedia menyerahkan sertifikat tersebut tanpa alasan yang jelas.

Sebagai isteri dari notaris Edhi Susanto, Feni Talim bermaksud membantu tugas dan kerja notaris suaminya melakukan pengurusan cheking sertifikat di kantor BPN Surabaya II dengan cara mengambil dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan cheking dari dalam lemari di kantor Notaris Edhi Susanto.

Tanggal 20 Desember 2017, Feni Talim datang ke Kantor BPN Surabaya II untuk melakukan cheking terhadap SHM No. 78/K Luas 720 M2, SHM No. 328/K Luas 931 M2 dan SHM No. 721 Luas 602 M2 yang kesemuanya atas nama Itawati Sidharta.

Namun hanya satu yang lolos yaitu SHM No. 328/K Luas 931 M2 karena tidak ada perubahan. Sedangkan dua SHM lainnya masih ada kendala karena harus ada perubahan logo blangko dari Bola Dunia menjadi logo Garuda serta SHM No. 78/K Luas 720 M2, sedangkan SHM No. 721 Luas 602 M2 terjadi perubahan luasnya karena ada perubahan luas akibat potong jalan atau rilen.

Setelah cheking dua sertifikat tersebut tidak disetujui oleh BPN Surabaya II, maka pada tanggal 6 April 2018 dan tanggal 16 Agustus 2018, Feni Talim datang lagi ke kantor BPN Surabaya II untuk melakukan pengurusan cheking sertifikat dengan membawa dokumen berupa surat kuasa dari Itawati Sidharta kepada terdakwa Feni Talim tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018, padahal Itawati Sidharta selaku pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tersebut.

Dalam perkara ini, Notaris Edhi Susanto didakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, sedangkan Istrinya, Feni Talim didakwa dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP.