Siapa Capres yang Lebih NU?

Lambang Nahdlatul Ulama/Net
Lambang Nahdlatul Ulama/Net

MAYORITAS pemilih Indonesia itu warga Nahdlatul Ulama alias NU. Maka, warga NU jadi rebutan. Itulah demokrasi. Di mana pemilih mayoritas paling mendapat perhatian.

ADVERTISEMENT

Warga NU adalah hidangan politik yang paling banyak diminati. Capres yang salah bicara tentang NU, akan fatal. Pokoknya, enggak bakal jadi. Ini ilmu titen, kata orang Jawa.

Setiap pilpres, para kandidat capres mendekati NU dan warganya. Malah pura-pura jadi NU. Padahal, enggak ada rekam jejak sebagai warga atau aktivis NU.

Nah, mari kita bongkar siapa di antara capres yang NU, atau lebih dekat dengan amalan NU. Tentu saja menggunakan kaca mata dan standar NU. Jangan bilang ini sektarian ya. Ini semata-mata untuk analisis Pilpres 2024.

Ada empat tokoh yang berpeluang nyapres. Meskipun, kemungkinannya hanya tiga yang maju. Nama-nama tokoh itu adalah Anies Baswedan, Puan Maharani, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.

Nama Anies disebut yang pertama, karena sudah mengantongi tiket. Tiga partai: Nasdem, PKS, dan Demokrat sudah tanda tangan pencapresan Anies,  99,9 persen akan maju.

Nama Puan Maharani disebut dalam urutan kedua, karena PDIP yang kemungkinan akan mengusung Puan Maharani, punya tiket. Meski tidak ada partai lain yang ikut bergabung, PDIP bisa usung capres sendiri. Pilpres kali ini bisa menjadi sekali-kalinya kesempatan Puan Maharani nyapres. Minimal jadi cawapres.

Prabowo di urutan ketiga. Peluang Prabowo cukup besar untuk nyapres. Asal mau gandeng Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Airlangga Hartarto dari Golkar, Prabowo bisa maju.

Terakhir Ganjar Pranowo. Meski punya elektabilitas dalam tiga besar, tapi Ganjar berada di persimpangan. Satu sisi kader PDIP, di sisi lain PDIP tampaknya enggan capreskan Ganjar.

Bumerang jika Ganjar berani menerima pencapresan dari koalisi partai lain. Ibarat kendaraan, akan mogok dan kehabisan bensin.

Kenapa PDIP cenderung enggan usung Ganjar? Ya, banyak alasan rasional. Ganjar dianggap mbalelo, mengancam posisi Puan, dan elektabilitasnya bubble. Seperti gelembung dan mudah kempes.

Di masa kampanye, para kandidat akan berhadap-hadapan secara terbuka terkait integritas, kapasitas, dan rekam jejaknya. Termasuk kemampuan bernarasi dan menyampaikan gagasan. Apalagi saat debat, semuanya akan terlihat dan dibaca publik. Ganjar sangat lemah di sisi ini.

Tapi apapun itu, empat kandidat, semuanya punya peluang untuk maju. Kita lihat saja nanti, siapa dari empat kandidat yang akan tereliminasi.

Dari empat kandudat ini, siapa yang terlihat lebih NU? Nah, mari kita analisis menggunakan standar NU. Sekali lagi, standar NU.

Wong NU itu salat dan ngaji. Karena NU itu identik dengan santri. Bukan abangan atau priyayi. Siapa di antara kandidat itu yang santri? Setidaknya rajin salat lima waktu, kenal masjid dan suka ke majelis taklim. Kalau pakai peci, sarung dan surban pantes lah. Bahasa klasiknya, kewes. Karena sudah terbiasa.

NU dikenal dengan tradisi tahlilan, salawatan, dan ziarah kubur. Kira-kira, dari empat kandidat itu, siapa yang bisa tahlil, salawatnya fasih, dan suka ziarah kubur. Apakah Anies Baswedan, Puan, Prabowo, atau Ganjar?

Seringkali, di masa kampanye umumnya para kandidat pura-pura NU. Padahal tidak salat, tidak kenal majelis taklim, enggak hafal tahlil, bahkan baca salawat saja belepotan.

Ya, namanya juga politik. Panggung publik akan selalu dipenuhi oleh atraksi kepura-puraan semacam ini. Pura-pura NU, tapi hakikatnya bukan NU.

Terakhir, siapa di antara para kandidat itu yang punya rekam jejak peduli kepada NU. Memperlakukan warga NU secara proporsional sebagai penduduk mayoritas.

Kebetulan empat kandidat punya atau pernah menjabat. Sebagai gubernur, menteri dan ketua DPR. Ya, anda warga NU harus tanya ke masing-masing pimpinan dan pengurus NU. Juga warga NU. Siapa di antara mereka yang peduli NU. Supaya tidak salah pilih.

Peduli NU, bukan berarti tidak peduli bangsa loh. Justru NU itu ikut berjuang dan konsisten mewarnai perjalanan sejarah bangsa ini. Investasi dan kontribusinya jangan diragukan. Hanya saja, sering diapusi (ditipu) oleh para begundal politik. Suruh jauhin ini, waspadai itu, diprovokasi sana sini, ujung-ujungnya hanya ketemu para penipu.

Sebagian rakyat, termasuk warga NU, memilih bungkus, bukan isinya. Bungkusnya rokok Djie Sam Soe, isinya rokok klintingan. Bungkusnya NU, tapi amaliahnya babar blas (sama sekali) bukan NU. Perhatiannya kepada NU hanya saat pemilu. Itu pun pura-pura. Nah, banyak yang ketipu.

Cara yang paling instan dilakukan para kandidat itu pilih cawapres dari NU. Supaya dianggap peduli kepada NU. Ini hanya vote getter, supaya dapat suara dari NU. Setelah pemilu selesai, enggak butuh suara lagi, cawapres dari NU diparkir. Enggak dikasih peran. Karena digandeng hanya untuk mendapatkan suara dari warga NU.

Tapi, ini seringkali tidak disadari. Kata kiai NU, waspadalah...waspadalah.. warga NU seringkali hanya dijadikan kendaraan belaka.

Mau dibuat transaksi apapun, enggak akan dipenuhi. Komitmen itu hanya bisa diukur dari rekam jejak.

Nah, anda, khususnya warga NU, saya juga warga dan aktivis NU, perlu lebih sadar siapa di antara kandidat capres itu yang lebih dekat dan menghargai NU. Anies Baswedan, Puan Maharani, Prabowo Subianto, atau Ganjar Pranowo.

Waspadai operasi intelijen yang terus bekerja mengarahkan ke kandidat tertentu, dan kerja masif para buzzer untuk memukul kandidat lainnya. Warga NU mesti bersikap objektif, agar tidak tertipu, dan tertipu lagi. 

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.