Jaksa Tanggapi Eksepsi Dua Terdakwa kasus Koneksitas Tipikor Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018

Teks foto: JPU menyerahkan tanggapan atas eksepsi dua terdakwa Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko/RMOLJatim
Teks foto: JPU menyerahkan tanggapan atas eksepsi dua terdakwa Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko/RMOLJatim

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menanggapi eksepsi atau nota keberatan dari dua terdakwa yakni Dindin Kamaludin dan Ikhwan Nursyujoko.


Keduanya terjerat kasus Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018.

Tanggapan eksepsi itu dibacakan usai JPU meminta skors waktu selama 30 menit di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya.

"Tanggapan akan kami sampaikan. Selanjutnya untuk tanggapan lainnya belum dalam tulisan ini akan kami sampaikan secara lisan yang mulia," kata JPU Kejati Jatim dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (12/10).

JPU menerangkan, tanggapan untuk terdakwa Dindin Kamaludin disebut terdakwa 1 sebanyak dua pokok eksepsi.

Diantaranya terkait masa penahanan terdakwa 1 yang sudah melampaui batas waktu.

Dan Pasal 94  KUHAP jo Pasal 203 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Menanggapi terdakwa 1 ada dua pokok eksepsi terkait dengan masa penahanan yang melewati batas. Tanggapan saya tidak benar karena masa penahanan tidak melewati 200 hari. 23 September 2023 pas 200 hari. Berkas kita limpah ke pengadilan hari selasa 19 September 2023. Tanggal 20 September sampai 26 September 2023 itu terdakwa menjalani penahanan. Sehingga tidak benar yang mulia. Malah justru 200 hari kita hitung masih kurang 4 hari. Masa penyelidikan, penyidikan 196 hari," jelasnya.

Sedangkan untuk tanggapan pada nota keberatan pada point ke dua, JPU enggan membacakan. 

Ia lebih memilih menyerahkan berkas kepada Majelis hakim dan penasehat hukum dua terdakwa sebelum sidang berlangsung.

"Selanjutnya eksepsi terkait pasal 

jawabannya ada secara tertulis kami sampaikan tidak perlu kami bacakan," tandasnya.

Nah, untuk tanggapan pada ekseksi terdakwa Ikhwan Nursyujoko atau terdakwa 2, menurut JPU ada empat pokok eksepsi.

"Selanjutnya eksepsi dari terdakwa 2 terdiri dari 4 keberatan. Terkait sprindik tidak sah seharusnya yang benar adalah Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Bahwa terbitnya surat perintah penyidikan tertulis Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa timur sudah sesuai dengan perundang-undangan mendasari pada surat keputusan bersama antara Menhan RI, Jaksa Agung RI dan Panglima TNI tanggal 7 Desembwr 2021," tegasnya.

JPU menambahkan, untuk 3 nota keberatan diantaranya, dakwaan tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap.

Lalu Error In Persona, Error In Persona yang juga disebut Exception In Persona.

Dan perkara A QUO bukanlah perkara koneksitas.

"Tanggapan kami bahwa eksepsi tim pensehat hukum terdakwa tersebut telah masuk pada pokok perkara dan tidak masuk dalam obyek eksepsi," pungkasnya.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.

Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.

Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.