Norma Debat Presiden

Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Muhaimin Iskandar dalam debat, 22 Desember 2023/Repro
Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Muhaimin Iskandar dalam debat, 22 Desember 2023/Repro

PADA tanggal 22 Desember 2023, saya membuat surat protes kepada KPU berkenaan dengan “pertanyaan tidak jelas” yang disampaikan Cawapres Gibran Rakabuming Raka kepada Cawapres Muhaimin Iskandar. Gibran bertanya, “Bagaimana meningkatkan peringkat Indonesia dalam SGIE”.

Pertanyaan itu sama sekali tidak sulit, terbukti Cawapres Muhaimin dapat menjawabnya dengan baik setelah mengetahui apa kepanjangan SGIE. Namun dari segi waktu, Cawapres Muhaimin telah dirugikan.

“Pertanyaan tidak jelas” menyebabkan debat berhenti. Tidak ada pendapat dapat diluncurkan karena lawan debat tidak mengerti pertanyaan, kalaupun dipaksakan akan terjadi ambiguitas karena antara peserta debat memiliki pengertian berbeda.

Itulah yang terjadi dalam dialog antara Cawapres Gibran dengan Cawapres Mahfud MD. Cawapres Gibran menanya, “Bagaimana membuat regulasi untuk Carbon Capture and Storage”. Mahfud dengan mudah menguraikan cara membuat regulasi. Tetapi Gibran tidak puas, karena ia punya pengertian tersendiri atas pertanyaannya itu.

Teknik debat Cawapres Gibran bermasalah. Ia mengirim “pertanyaan tidak jelas”. Ia bermaksud menyerang lawan tetapi bukan dengan menggunakan argumentasi, melainkan dengan menggunakan singkatan dan ungkapan yang tidak umum.

Kalau KPU membenarkan cara debat Gibran itu, maka bolehlah lawan debat Gibran menjawab “ENSSL, GJSSG. EGCDYB?”, Elo Nanya Suka Suka Lo, Gw Jawab Suka Suka Gw. Emang Gitu Cara Debat Yang Bener?

Kalau debatnya sudah begini, apa gunanya debat itu lagi? Dengan anggaran Rp70 triliun, apa cuma segitu yang bisa diberikan KPU kepada rakyat? Jadi bagaimana pertanyaan yang jelas itu?

Tujuan Debat Calon

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita perlu tahu dulu apa tujuan debat. Tujuan debat calon presiden adalah memberikan platform kepada para capres untuk berbicara langsung kepada pemilih, mempresentasikan visi misi mereka, kebijakan mereka, dan berdebat dengan capres lainnya.

Bagi pemilih, platform debat itu memberi mereka informasi tambahan dan wawasan yang diperlukan untuk membuat keputusan lebih baik. Pemilih bisa mendengarkan langsung calon-calon menjelaskan posisi mereka tentang masalah seperti ekonomi, pendidikan, kebijakan luar negeri dan lain sebagainya.

Lebih dari itu, debat capres memberi pemilih kesempatan membandingkan calon-calon presiden mereka. Mereka dapat menilai bagaimana calon-calon merespons pertanyaan dan kritik satu sama lain.

Debat memungkinkan pemilih untuk melihat bagaimana para capres menghadapi tekanan dan pertanyaan yang sulit. Hal ini dapat membantu pemilih mengevaluasi kemampuan kepemimpinan mereka.

Debat memiliki peranan yang sangat besar untuk membantu pemilih membuat keputusan yang lebih terinformasi (well-informed decision) tentang siapa yang cocok untuk memimpin.

Debat calon presiden juga dapat memicu diskusi publik sehingga menggerakan pemilih untuk lebih memperhatikan dan berpartisipasi dalam pemilu. Dalam konteks ini, debat capres turut menyumbang kepada pembelajaran politik kepada publik.

Apa itu “Pertanyaan yang Jelas"

“Pertanyaan yang jelas” tidak berkaitan dengan “Seharusnya anda tahu, bukankah anda ketua partai yang berbasis Islam?” Pertanyaan dalam debat tidak hanya harus dimengerti oleh lawan debat, tetapi juga oleh pemirsa. Jangan lupa, seperti dikatakan di atas, tujuan debat adalah memberi masukan kepada pemirsa/pemilih.

Oleh karena itu, selain pertanyaan dalam debat itu harus relevan dengan topik debat, tidak menghakimi, jelas dan mudah dimengerti oleh lawan debat dan pemirsa, pertanyaan juga harus:

Fokus pada Isu, yaitu langsung berkaitan dengan isu-isu penting dalam pemilihan dan harus membantu pemirsa untuk lebih memahami pandangan dan rencana calon presiden terkait dengan isu tersebut.

Bukan pertanyaan ganda atau ada pertanyaan di dalam pertanyaan. Pertanyaan ganda dapat membingungkan dan mempersulit kandidat dalam memberikan respons yang jelas. Pada akhirnya pemirsa juga yang akan dirugikan.

Penutup

Last but not least, saya tersinggung atas peranan profesor dan cendekiawan yang menjadi panelis debat. Apa kerja mereka? Apa seorang guru besar pantas hadir di suatu acara hanya untuk mengambil nomor undian?

Saya kira tidak perlu ada pembawa acara (host) yang begitu mendominasi. Moderator debat setidaknya memiliki pengetahuan setakar dengan peserta debat, kalau perlu melebihi. Moderator itu tahu bagaimana “memperjelas pertanyaan”. Ia pun tahu apa jawaban yang diinginkan pemirsa.

Dua jam adalah waktu yang cukup untuk debat 3 orang cawapres. Tetapi tidak perlu setting seformal itu. Kenapa tidak pakai setting lebih sederhana, seperti di ruang tamu, misalnya.

Biarkan debat mengalir seperti obrolan biasa, namun daging semua. Ada banyak intelektual yang dalam podcast mereka sehari-hari bergelut dengan persoalan literasi publik. Beri mereka kesempatan. Bukan begitu?.

*Penulis adalah Deputi Bidang Masyarakat Sipil dan Lingkungan Hidup Timnas Amin.