Kopi RR

Penulis bersama mendiang DR Rizal Ramli/Dok. Pribadi
Penulis bersama mendiang DR Rizal Ramli/Dok. Pribadi

TOKOH bangsa sekaligus ekonom senior, DR Rizal Ramli (RR), telah berpulang ke Rahmatullah pada Selasa (2/1/2023). Indonesia kehilangan salah satu anak bangsa terbaiknya. 

Semua orang mengenalnya. Tahu sepak terjangnya. Apalagi dia dikenal sebagai 'Rajawali Ngepret' di era pemerintahan Joko Widodo. Itu karena sikapnya yang selalu oposisi dalam mengkritik kebijakan pemerintah. Bahkan ketika RR masih berada di dalam kabinet sekalipun, dia tetap kritis.

Oposisi menaruh hormat pada RR. Demikian pula penguasa. Meski RR sangat kritis terhadap pemerintahan, semua orang yang dikritiknya tetap menjadi sahabat baik. 

Saya yakin ada banyak orang menceritakan pengalamannya bersama RR. Mulai politisi, pengusaha, akademisi, ulama hingga jurnalis. Semua punya pengalaman masing-masing. Ada yang mengenal RR sejak muda alias saat masih menjadi aktivis. Ada yang menjadi anak angkatnya. Ada yang menjadi orang kepercayaannya. Ada yang menjadi teman diskusi. Ada yang menjadikan RR sebagai sahabat baik, hingga ketika mereka menikah selalu RR kerap diundang menjadi saksi di pernikahan. 

Ada pula yang menganggap RR sebagai patron dalam berpolitik. Semisal, apapun jalan politik yang dipilih RR, maka itulah yang dianggap terbaik bagi bangsa dan negara. Dia seperti seorang begawan. Orang sakti. Tahu sebelum winarah atau kejadian.

Hal itu dibuktikan ketika RR menjadi salah satu ekonom yang diundang pemerintah untuk bertemu dengan petinggi International Monetary Fund (IMF). Alih-alih pemerintah berharap dukungan dari RR, mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu justru menentang keras kehadiran IMF.

Namun yang terjadi, Presiden Soeharto justru meneken perjanjian dengan IMF. Bos IMF Michael Camdessus menyaksikan momen penandatanganan tanggal 15 Januari 1998 itu. Menurut RR, inilah momen kekalahan Indonesia oleh IMF. 

Maka, krisis moneter 1998 pun tak terhindarkan. Dari krisis ekonomi kemudian mematik kerusuhan di bidang politik dan keamanan.

Semua orang punya pengalaman bersama RR. Saya pun demikian. Meski tak banyak. 

Pertama bertemu RR saat memperingati haul Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ponpes Tebu Ireng. Maklum, RR dulu dipercaya menjadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) (2000-2001) di era pemerintahan Gus Dur. RR bercerita bagaimana pertama kali ditunjuk menjadi Kabulog, dia diperintahkan untuk membenahi masalah Bulog yang carut marut dalam waktu singkat. 

Sewaktu bertemu di acara haul, ada banyak politisi yang hadir. Rata-rata mereka pernah duduk di pemerintahan Gus Dur. Mulai Khofifah Indar Parawansa, Prof Mahfud MD, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) hingga terakhir almarhum pengasuh Pondok Pesantren Al Ismailiyah Ngelom Sepanjang Sidoarjo, KH Sholeh Qosim yang menjadi penutup doa malam itu.

Dari semua orang-orang penting itu, sekiranya yang paling gampang diwawancarai adalah RR. Di kediaman Gus Sholah usai acara haul selesai, RR nampak duduk sendirian. Saya mendekat dan langsung disapa ramah. 

"Dari media apa mas?" Tanya RR langsung meraih pundak saya. 

Benar-benar seorang yang humble. Tidak peduli seberapa lelahnya dia, setiap orang yang datang selalu disambut dengan baik. 

Sesi wawancara saat itu seputar geopolitik. Dan RR menjawab dengan sangat lugas. Dan seperti biasanya, dalam setiap jawabannya selalu disisipi dengan kritikan terhadap pemerintah. Itulah RR. 

Kritikan demi kritikan selalu dilontarkan bila ada hal-hal yang dianggap menyimpang. Tidak hanya kritikan melainkan RR juga memberi solusi di setiap kritikannya. Bahwa pemerintah harus ini dan itu. Sayangnya, yang dikritik kadang kala terlalu egois. Mereka gengsi mengambil ide maupun gagasan dari RR.

Sejak itu, setiap kali singgah ke Surabaya kami sering bertemu. Dalam pertemuan itu RR selalu melontarkan kritikan terutama dalam hal kebijakan ekonomi. 

Ya, RR yang seorang humble, tetap dapat bersikap tegas manakala ada ketidakadilan terjadi di depan matanya. Saya yakin semua orang-orang yang pernah bersinggungan dengan RR pasti merasakan hal sama. 

Kenangan terakhir dari RR, saat itu saya sedang menjual kopi arabika dari Bondowoso dan RR memesan kopi sebanyak 5 kilogram yang dikemas menjadi 100 gram. Banyak sekali, pikir saya. 

Saya yakin RR seorang penikmat kopi tapi tidak mungkin sebanyak itu. Pikiran saya mungkin RR akan membagikan pada teman-teman maupun koleganya yang singgah di rumah Jalan Bangka IX, Jakarta Selatan. Maklum, rumah RR tidak pernah sepi dari tamu. Ada saja tamu-tamu yang datang untuk sekedar berdiskusi maupun meminta saran terkait kondisi negeri. 

Selamat jalan Bung Rizal Ramli. Semoga Allah Swt menempatkan Anda di tempat terbaik di sisiNya. Aamiin.

Penulis adalah wartawan Kantor Berita RMOLJatim