Demokrasi Diobok-obok, Hukum Dicekik, Jaksa Dijaga Tentara: Salah Siapa?

Mohammad Trijanto/Ist
Mohammad Trijanto/Ist

Supremasi Sipil Kebablasan: Demokrasi Tanpa Etika

Dua puluh enam tahun pasca-Reformasi 1998, harapan akan supremasi sipil yang menegakkan keadilan dan transparansi justru berubah menjadi ironi. Demokrasi yang seharusnya menjadi alat pemberdayaan rakyat kini dimanfaatkan oleh segelintir elite untuk mengamankan kepentingan pribadi dan kelompok. Institusi penegak hukum, termasuk kejaksaan, tak luput dari infiltrasi kekuatan politik dan ekonomi yang menggerogoti integritasnya.

Hadirnya TNI di Kejaksaan: Koreksi Konstitusional, Bukan Kudeta

Telegram Panglima TNI Nomor TR/442/2025 yang memerintahkan penempatan personel TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri merupakan respons terhadap situasi darurat hukum yang tengah dihadapi bangsa. Langkah ini memiliki dasar hukum yang kuat:

Pasal 7 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa TNI dapat menjalankan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk membantu tugas pemerintahan di daerah dan mengamankan objek vital nasional.

Kejaksaan, sebagai institusi penegak hukum, termasuk dalam kategori objek vital strategis yang memerlukan perlindungan negara.

Kehadiran TNI bukan untuk mengambil alih fungsi kejaksaan, melainkan untuk memberikan dukungan pengamanan agar kejaksaan dapat menjalankan tugasnya secara independen dan bebas dari intervensi.

Relevansi dan Proporsionalitas: Pelibatan TNI dalam Koridor Konstitusi

Pelibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip:

Permintaan resmi dari otoritas sipil (Presiden atau Jaksa Agung).

Batasan waktu dan ruang yang jelas.

Pengawasan oleh DPR dan internal TNI.

Tidak mengambil alih fungsi yudisial.

Langkah ini sejalan dengan prinsip supremasi sipil yang sehat dan bertujuan untuk memperkuat institusi penegak hukum.

Ketika Rakyat Tak Lagi Percaya Sipil, Negara Harus Bertindak

Survei nasional menunjukkan bahwa TNI dan Presiden memiliki tingkat kepercayaan publik tertinggi. Sementara itu, institusi hukum sipil mengalami penurunan legitimasi akibat berbagai skandal dan intervensi politik. Dalam kondisi darurat seperti ini, kehadiran TNI dipandang sebagai langkah untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

Demokrasi yang Sehat Butuh Koreksi, Bukan Dogma

Demokrasi bukanlah sistem yang kebal terhadap kesalahan. Ketika terjadi penyimpangan, diperlukan koreksi untuk mengembalikan demokrasi ke jalur yang benar. Pelibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan adalah bentuk koreksi terhadap demokrasi yang telah disalahgunakan oleh elite politik untuk kepentingan pribadi.

Menuju Indonesia Emas 2045: Hukum Harus Jadi Pondasi, Bukan Hiasan

Visi Indonesia Emas 2045 hanya dapat tercapai jika hukum ditegakkan secara adil dan transparan. Langkah Presiden dalam mengerahkan TNI untuk mendukung pengamanan kejaksaan merupakan bagian dari upaya membangun fondasi hukum yang kuat dan berintegritas.

Penutup: Salah Siapa Kalau Jaksa Dijaga Tentara?

Negara hukum tidak dapat berdiri kokoh tanpa perlindungan yang memadai. Ketika institusi penegak hukum terancam oleh kekuatan-kekuatan yang ingin merusaknya, negara memiliki kewajiban untuk melindunginya. Kehadiran TNI di kejaksaan bukanlah bentuk militerisme, melainkan langkah strategis untuk menyelamatkan supremasi hukum dan demokrasi.

*Mantan Aktivis Reformasi 1998, Aktivis Anti-Korupsi, Konsultan Hukum dan Manajemen

ikuti terus update berita rmoljatim di google news