Perubahan Sistem Distribusi Elpiji 3 Kg oleh Pertamina Sebabkan Antrian Panjang, DPR Dorong Evaluasi

Said Abdullah/RMOL
Said Abdullah/RMOL

Perubahan sistem distribusi Elpiji 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina, yang kini hanya dijual di tingkat pangkalan, disinyalir menjadi penyebab antrian panjang yang terjadi di berbagai daerah. Keputusan ini, yang bertujuan untuk mencegah kebocoran subsidi, telah menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan Elpiji dengan harga subsidi.


Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyatakan bahwa kebutuhan subsidi Elpiji 3 Kg pada tahun 2025 memang mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Hal ini diungkapkan Said dalam keterangan pers pada Senin (03/02/25), yang juga menyebutkan bahwa alokasi subsidi Elpiji 3 Kg untuk tahun 2025 dipatok sebesar Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari tahun 2024 yang hanya sebesar Rp85,6 triliun.

"Volume subsidi Elpiji 3 Kg tahun 2025 sebesar 8,17 juta ton," ujar Said. Ia meminta agar masyarakat tidak panik, karena alokasi yang dianggarkan dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Namun, Said juga mengingatkan pentingnya perbaikan komunikasi terkait kebijakan penyaluran Elpiji 3 Kg oleh pemerintah. "Hal ini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat, yang justru bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan," tambahnya.

Mengenai perubahan sistem penjualan Elpiji 3 Kg yang hanya melalui pangkalan, Said menilai pemerintah dan Pertamina perlu mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kesiapan infrastruktur dan data konsumen yang akurat. Selain itu, faktor daya beli masyarakat yang sedang menurun juga harus diperhitungkan.

"Program distribusi Elpiji ini harus dijalankan secara bertahap, dimulai dari daerah-daerah yang sudah siap terlebih dahulu," ujarnya.

Lebih lanjut, Said mengingatkan agar rumah tangga miskin, lansia, dan pelaku usaha mikro dan kecil tetap mendapatkan akses ke Elpiji 3 Kg. Ia juga meminta agar pemerintah dan aparat penegak hukum segera melakukan operasi pasar dan menindak tegas para penimbun atau pengoplos Elpiji 3 Kg yang dapat merugikan masyarakat.

Said menambahkan bahwa berdasarkan data yang diterima, konsumsi Elpiji 3 Kg terus meningkat setiap tahunnya. Antara 2019 hingga 2022, rata-rata volume kebutuhan meningkat sekitar 4,34 persen, meskipun setelah sistem registrasi konsumen diterapkan, kenaikan konsumsi melambat menjadi 3,14 persen dari 2022 ke 2023.

Namun, ironisnya, Elpiji 3 Kg subsidi masih lebih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat yang mampu, bukan rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah. Hal ini diperburuk dengan adanya penyimpangan, seperti pengoplosan Elpiji subsidi dengan non-subsidi yang dijual dengan harga selisih jauh.

"Masih banyak rumah tangga yang seharusnya menerima subsidi Elpiji, namun justru tidak mendapatkan haknya karena ketidakberesan ini," pungkasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news