Jeratan Pasal Kasus Pembunuhan yang Melibatkan Anak DPR RI Dinilai Terlalu Ringan

Rekonstruksi kasus pembunuhan yang melibatkan anak DPR RI
Rekonstruksi kasus pembunuhan yang melibatkan anak DPR RI

Jeratan 12 tahun penjara pada pelaku penganiayaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terhadap kekasihnya Dini Sera Afianti alias Andini, dianggap terlalu ringan. Demikian disampaikan oleh Pengamat Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair), I Wayan Titip Sulaksana.


Wayan menyebut, ada diskriminasi hukum dalam kasus itu. Penilaian itu muncul, usai diketahui jika pelaku merupakan anak dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Ia meminta, agar pihak kepolisian tak mengistimewakan pasal terhadap pelaku.

"Tidak peduli anak siapa. Kalau sudah melakukan kejahatan seperti ini, ya wajib dihukum sesuai aturan. Tolong jangan ada diskriminasi terhadap korban" kata Wayan, dikonfirmasi Memorandum, Minggu (8/10). 

"Coba saja, seumpama (pelaku) itu orang biasa. Pasti hukumannya berat. Polisi harus dikontrol. Harusnya sama saja kalau sudah begini. Bagaimana kalau anak kita sendiri diperlakukan seperti itu. Kita harus lihat korban. Jangan pelakunya," imbuh Wayan.

Wayan menegaskan, jika dua pasal yang diterapkan dalam kasus tersebut tak laik diterima tersangka. Sebab, jika dilihat dari kronologi, kata Wayan, ada niat tersangka untuk membunuh korbannya sejak awal.

"Harusnya diterapkan 338 juncto 359. Niat membunuh. Mens rea (unsur kesalahan) membunuh dengan menyiksa lebih dulu. Tampaknya ada gejala psikopat. Kelainan jiwa parah, tersangka. Dia senang sebelum dibunuh disiksa dulu," kata I Wayan Titip, saat dikonfirmasi wartawan.

"Pasalnya terlalu ringan. Gak benar. Sudah jelas ada niat membunuh sejak awal. Dia itu psikopat. Kalau pelaku normal, dibunuh saja. Nah, kalau psikopat seperti mutilasi. Dia senang lihat korban tersiksa lebih dulu. Harusnya 338. Kalau dua pasal itu terkesan ringan. Kurang berat itu," tutup Wayan.