Eksepsi Diterima, Dua Terdakwa Perkara Koneksitas Tipikor Pembangunan Rumah Prajurit Harus Bebas, Ini Penyebab Dakwaan Jaksa Kabur

Terdakwa Didin Kamaludin memeluk penasehat hukumnya usai memdengarkan putusan sela majelis hakim/RMOLJatim
Terdakwa Didin Kamaludin memeluk penasehat hukumnya usai memdengarkan putusan sela majelis hakim/RMOLJatim

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya mengabulkan Eksepsi dari Penasihat Hukum dua terdakwa yakni dari pihak militer Didin Kamaludin dan terdakwa dari Sipil Ikhwan Nursyujoko.


Kedua terdakwa itu terjerat perkara koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018.

Awalnya persidangan yang digelar di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya sempat diskors selama 30 menit oleh Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarfhita.

Agenda persidangan yang sempat tertunda selama dua kali dengan agenda eksepsi atau nota keberatan. Agar efektivitas waktu, usai tanggapan eksepsi oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jarim.

Majelis Hakim langsung membacakan putusan sela. Dalam putusan sela itu, majelis hakim menyatakan dakwaan JPU Kejati Jatim gugur dan meminta terdakwa dibebaskan dari tahanan.

"Mengadili, Menyatakan keberatan/Eksepsi dari Terdakwa I, Didin Kamaludin dan Terdakwa II, Ikhwan Nursyujoko diterima," kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan putusan selanya, Kamis (12/10).

Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga menyatakan Surat Dakwaan dengan nomor Registrasi perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin dan Surat Dakwaan dengan nomer Registrasi 432/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 2023 atas nama Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko batal demi hukum.

"Memerintahkan untuk mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum," jelasnya.

Tak hanya itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga memerintahkan agar Terdakwa Terdakwa I Didin Kamaludin dan Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko dibebaskan dari tahanan.

Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha mengatakan semestinya Jaksa Oditur Militer juga ikut menyusun surat dakwaan dan menandatangani surat dakwaan, sehingga kapasitas penuntutan dalam perkara a quo menjadi lebih jelas dan tidak kabur.

“Menimbang oleh karena surat dakwaan dengan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin hanya ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga bisa menjadi surat dakwaan tanpa seseorang yang mewakili dari unsur militer yang ditunjuk untuk ikut menandatangani surat dakwaan tersebut, maka surat dakwaan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tidak sesuai dengan Pasal 203 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” pungkas Ketua Majelis Hakim Dewa Gede Suarditha mengakhiri persidangan dengan mengetuk palu.

Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).

Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.

Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018. Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.

Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU. Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.

Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.

Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.

Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.

Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.

Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.

Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.

Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.