Ketua DPRD Kota Malang Angkat Bicara Soal Bantuan Hibah Pokir yang Tak Sesuai Diterima Warga

Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika/RMOLJatim
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika/RMOLJatim

Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika angkat bicara soal warga Kelurahan Dinoyo, Kota Malang yang menerima bantuan hibah Pokok Pikiran (Pokir) Tahun Anggaran 2023 tak sesuai dari penganggaran.


Bantuan dana Pokir yang diterima warga Kelurahan Dinoyo harusnya sesuai yang dianggarkan berupa empat set alat musik hadrah (alat kesenian banjari) dari usulan salah satu anggota DPRD Kota Malang, Jose Rizal Joesoef dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Namun yang diterima oleh warga hanyalah satu set alat musik hadrah.

"Bagi masyarakat yang sudah tanda tangan (Berita Acara Serah Terima) dan jumlah barangnya tidak sesuai segera laporkan kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, dalam hal ini yaitu kelurahan. Kelurahan dan Pak Camat yang akan menindaklanjuti koordinasi dengan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)," ujar Made.

Politikus PDI-P ini menjelaskan mekanisme pengusulan awal bantuan dana Pokir hingga turun ke masyarakat dengan menggunakan APBD.

"Jadi begini, saya jelaskan dulu alurnya. Pada saat penyusunan Banggar, untuk APBD ada pendapatan dan belanja. Disisi unsur belanja ada salah satunya yaitu usulan DPRD, yang diserap dari aspirasi masyarakat yang namanya Pokir tersebut. Seharusnya Pokir ini sebatas meneruskan usulan masyarakat kepada Bappeda. Selanjutnya Bappeda akan menginventarisir semua usulan-usulan DPRD yang tergabung dalam Pokir," ungkapnya.

"Selanjutnya Bappeda yang membagi ke masing-masing OPD. Dewan tidak boleh menyalurkan secara langsung, tapi hanya mengantar. Saya pun mewanti-wanti pada anggota DPRD bahwa Pokir itu bukan dari DPRD pribadi. Usulannya memang dari DPRD, tapi penyerahannya sudah menjadi wewenang OPD," tambahnya.

Pria asal Bali itu juga mengaku sering memperingatkan anggota DPRD agar pengusulan Pokir harus sesuai kamus usulan.

"Jika tidak sesuai dengan kamus usulan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Malang, maka tidak boleh menjadi usulan dalam Pokir. Kalau usulan Pak Jose yaitu alat musik hadrah memang diperbolehkan. Karena ada dua fungsi hadrah, diantaranya pelestarian budaya, peningkatan kegiatan keagamaan," tandasnya.

Mengenai bantuan dana Pokir di Dinoyo ini, Made tidak ingin berburuk sangka dulu. Ada dua penyebab, lanjut Made, yang menjadikan dana pokir itu tidak diterima warga secara sesuai.

"Tidak menutup kemungkinan usulannya disetujui tetapi anggarannya yang tersedia hanya satu. Jangan negatif thinking dulu. Saya pernah mengalami, contohnya usulan saya pada waktu itu beberapa perbaikan gorong-gorong sepanjang 500 meter. Ternyata cuma ada 300 meter. Dalam artian, yang 200 jangan disalahartikan. Jadi 500 meter usulan sudah di-acc, tapi saat perhitungan anggarannya tidak cukup. Maka yang di-acc cuma 300 meter. Tidak menutup kemungkinan seperti itu," ujarnya.

Dari ketidak kesesuaian itu, lanjut Made, bisa saja disalurkan ke kelompok lain. Pasalnya penerimanya dianggap kebanyakan.

"Hal ini boleh dilakukan asal ada pemindahan BAST. Kalau tidak ada dalam BAST itu, tentu tidak boleh. Jadi, selaku penerima, Pak Lurah, Pak Camat, kemudian anggota Dewan yang bersangkutan harus tandatangan. Saya pernah mengalami hal itu di Tunjung Sekar, salah alamat. Pada waktu itu pavingisasi, seharusnya paving itu dipasang ke RW A, tapi jatuhnya ke RW B. Padahal RW B jalannya sudah dipaving. Sehingga saya ahlikan dengan BAST pemindahan," bebernya.

Made menegaskan, bahwa dalam hal ini DPRD tidak menerima sama sekali anggaran tersebut.

"Dewan tidak menerima anggaran sama sekali dari pengadaanya. Melainkan di OPD terkait. Jadi kami tidak bisa memanipulasi, dan kemungkinan  untuk penyalahgunaan," tuturnya. 

Disinggung mengenai jumlah keseluruhan penganggarannya, dia mengaku tidak tahu jumlah persisnya. 

"Kurang lebih 1 set alat musik hadrah lima juta rupiah. Saya juga pernah mengusulkan itu," pungkasnya.