Banyak Perda di Jatim, Tapi Penegakan Hukumnya Lemah

Hikmah Bafaqih/net
Hikmah Bafaqih/net

Banyaknya peraturan daerah (perda) yang dibuat oleh legislatif dan eksekutif ternyata tidak selalu efektif dan efisien. Hal ini mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pemangkasan terhadap perda-perda tersebut.


Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menjelaskan bahwa banyak pasal-pasal perda yang dihapus berdasarkan logika omnibus law. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan aturan dan membuatnya lebih efektif.

“Karenanya membikin perda itu satu hal. Tetapi menegakkannya itu lebih penting,” sebut Hikmah Bafaqih, Senin (18/3).

Politisi PKB yang juga aktivis lembaga swadaya masyatakat (LSM) ini, mengingatkan. “Jangan kita senang membikin perda, tapi tidak jelas penegakan hukumnya,” ucap politisi asal Malang ini.

Ia mencontohkan perda tentang Kesehatan Ibu Bayi Melahirkan dan Anak (Kibbla) yang udah ada. Namun turunan di anggaran tetap. “Saya mengibaratkan ada komitmen yang dibangun melalui peraturan daerah. Coba dicek perda kita (di Jawa Timur) ada berapa, komitmennya opo ae. Apa fungsinya perda jika tidak ada diperencanan anggaran,” sebut aktivis perempuan PKB Jatim ini.

Padahal dalam perda menyebutkan, disemua pembebannya dilakukan APBD. “Sekalipun itu perda harus dilaksanakan. Sekalipun ada pasal karet yang menyebutkan disesuaikan dengan kemampuan APBD,” tegas Hikmah.

Ditegaskan Hikmah, jika tidak ada konsekwensi dalam pembahasan perda.  “Ngapain bikin perda,” tandasnya.

Karena setiap masalah yang diusulkan dalam peraturan daerah dianggap penting. “Buktinya dibikin perda. Karena penting konsekwensi penegakan hukum dalam pelaksanaan perda dan dibikin anggaran. Makannya saya yang termasuk tidak mudah mengiyahkan pembentukan peraturan daerah,” ujar Hikmah.

Bagi legislatif, produk perda akan menjadi beban, jika proses turunan perda tidak dikawal dalam penindakan dan diturunan konsekwensi usulan perda,” tutup Hikmah.