. Pasal penghinaan presiden yang ada dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ternyata tak diinginkan Presiden Joko Widodo.
- DPR Gelar Paripurna, Bahas RAPBN 2024 dan Rencana Kerja Pemerintah
- Hibah ke Museum SBY-Ani Sangat Wajar, Gerindra: Pak SBY Kebanggaan Masyarakat Jatim
- Demi Kemenangan Prabowo di Jatim, Khofifah Minta Masyarakat Tak Tergoda Serangan Fajar
"Di rapat itu, Pak presiden Jokowi secara khusus menyebut pasal penghinaan terhadap presiden," kata Wakil Ketua Komisi III, Erma Suryani Ranik di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/9).
"Beliau mengatakan, 'saya (Jokowi) sendiri tidak merasa perlu ada pasal itu'," lanjutnya menirukan ucapan Jokowi.
Melansir Kantor Berita Politik RMOL, penghinaan presiden tercantum dalam Pasal 218 yang berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".
Adanya pasal ini dianggap publik sebagai pembungkaman kritik di tengah negara demokrasi. Bahkan pasal ini juga dinilai bersifat kolonial.
Namun demikian, pemerintah menegaskan pasal tersebut bersifat delik aduan. Menkumham Yasonna Laoly berujar, pasal tersebut dimaksudkan penghinaan secara pribadi, bukan secara jabatan.
"Bukan penghinaan atau merendahkan martabat presiden dan wapres personally," jelas Yasonna. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Banyak Tokoh NU Bergabung, Bukti PAN Makin Insklusif
- Iwan Sumule: Penggugat Pemilu harus Buktikan Adanya TSM
- Ombudsman Tidak Berwenang Urusi Pemberhentian Endar dari KPK