PKB Surabaya Sebut Pemkot Surabaya Layak Raih Peringkat A Indeks Reformasi Birokrasi

Musyafak Rouf,
Musyafak Rouf,

Ketua DPC PKB Kota Surabaya Musyafak Rouf mengapresiasi keberhasilan Pemkot Surabaya yang meraih peringkat A (sangat baik) untuk penilaian Indeks Reformasi Birokrasi. Surabaya bahkan menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang meraih predikat tersebut. Menurut Musyafak, Pemkot Surabaya sangat layak meraih predikat tersebut.


Itu tak lepas dari keseriusan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam melakukan reformasi birokrasi, untuk dapat melahirkan layanan terbaik bagi masyarakat. Dimana Eri menerapkan standar penilaian ketat bagi petinggi organisasi perangkat daerah di Kota Pahlawan.

Eri bahkan tak ragu merotasi pimpinan OPD yang dirasa kinerjanya tidak memenuhi kontrak kerja.

"Saya setuju (Surabaya meraih peringkat A) karena sekarang ini bila dirasa tiga bulan kerja (Kepala OPD) gak becus langsung dipindah. Itu bagian daripada koreksi yang harus terus dipertahankan supaya kerja itu efektif," ujarnya Rabu (7/12).

Musyafak mengatakan, Eri Cahyadi sangat mengetahui strategi tepat untuk meningkatkan kinerja pimpinan OPD di lingkup Pemkot Surabaya. Lewat kontrak kerja yang disepakati, Eri bisa langsung mengetahui mana pejabat yang benar-benar bisa bekerja dan tidak. Sehingga tidak ada kesalahan menempatkan seseorang dalam suatu jabatan.

"Pak Eri itu yang tahu kan iki pegawai sing apik (ini pegawai yang bagus). Pimpinan iki sing isok tandang gawe (pimpinan ini yang bisa bekerja). Saya kira sudah bagus lah Pak Eri itu," ujarnya.

Musyafak menyatakan, pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap rotasi dan mutasi pimpinan OPD di lingkup Pemkot Surabaya. Pemantauan dimaksudkan untuk memastikan proses pengisian jabatan di lingkup Pemkot Surabaya berjalan fair. Termasuk dalam memberikan penilaian terhadap kinerja masing-masing kepala OPD. Sejauh ini, kata dia, tidak ditemukan kesalahan dalam proses pengisian jabatan maupun penilaian kepala OPD di Surabaya.

Sebagai informasi, Indeks Reformasi Birokrasi sendiri adalah skor pengukuran capaian reformasi birokrasi dengan sekitar 132 komponen. Mulai dari manajemen perubahan di lingkungan organisasi, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, peningkatan kualitas pelayanan publik, hingga nilai persepsi korupsi yang melibatkan survei eksternal.

Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan, reformasi birokrasi adalah instrumen hulu untuk menyelesaikan berbagai problem masyarakat. Di Surabaya, lanjut Eri, reformasi birokrasi dimaknai bukan sekadar persoalan administrasi belaka, tetapi harus membawa dampak pada kesejahteraan dan kepuasan masyarakat.

“Sesuai arahan Presiden Jokowi, setiap kerja birokrasi harus berdampak. Nggak boleh pemkot itu seolah sibuk sendiri tapi nggak ada dampaknya di masyarakat. Maka sekarang di seluruh jajaran Pemkot Surabaya kita ukur semua programnya dengan target yang jelas. Stunting, kemiskinan, pengangguran, bahkan sampai SOP antrean rumah sakit kita bikin target jelas,” papar Eri.

Eri Cahyadi lantas mencontohkan sejumlah program kerja kerakyatan yang lahir dari reformasi birokrasi. Di antaranya “Rumah Padat Karya” yang memanfaatkan aset “menganggur” Pemkot Surabaya untuk digunakan sebagai rumah usaha bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dalam bentuk kafe, barbershop, laundry, tempat cuci motor-mobil, lahan pertanian-perikanan perkotaan, destinasi wisatac, pusat produksi kue, dan sebagainya. Program itu telah menyerap ribuan tenaga kerja dari kalangan MBR.

“Dengan reformasi birokrasi, yang kemudian melahirkan program inovasi seperti Rumah Padat Karya, Surabaya berhasil menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara signifikan sebanyak 2,06 persen dari 9,68 persen pada Agustus 2022 menjadi 7,62 persen per Agustus 2022. Persentase penduduk miskin juga berhasil kita turunkan menjadi 4,72 persen. Ini semua akan terus kita tangani melalui kerja birokrasi yang berdampak,” kata Eri.