Kekuasaan Absolut Nabi

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

RASULULLAH SAW adalah manusia paling "penting" di sepanjang abad. Beliau manusia paling dicintai Allah SWT. Paling dimuliakan. 

Menjadi nabi dan rasul bukan dipilih oleh rakyat melainkan langsung dipilih Tuhan. 

Sebagai manusia suci, Rasulullah tentu memiliki instrumen tidak terbatas. Memiliki sumber daya alam berlimpah. Semua serba ada. Beliau bisa memanfaatkan alam raya untuk kekuatan dakwahnya. 

Nabi SAW dapat memanfaatkan Izrail untuk membunuh orang-orang yang menentang dakwahnya. Tidak perlu menunggu orang-orang dihukum di dunia. Langsung saja dimatikan. Beres. Itu sangat bisa dilakukan oleh Nabi SAW. 

Atau beliau bisa menggunakan Mikail memberi semua harta di seluruh jagat. Memiliki kekayaan melebihi Nabi Sulaiman AS. Sehingga dengan kekayaan itu beliau bisa menggunakannya untuk berdakwah. 

Atau beliau tinggal minta Jibril supaya meniupkan hidayah kebenaran pada orang-orang sehingga tidak perlu susah payah berdakwah.

Atau beliau bisa menyuruh Raqib  mencatat semua amalan manusia di dunia dengan catatan baik dan menghapus catatan buruk. Dengan begitu manusia bisa langsung masuk surga.

Tapi itu tidak dilakukan Rasulullah. Beliau diberi bekal oleh Allah untuk tetap menjalankan dakwahnya dengan halus. Tidak frontal dan keras. 

Sebagaimana diterangkan Ibnu Khaldun, seorang sejarawan Muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi, bahwa yang namanya ilmu sosial sangat penting. Semua nabi memiliki ilmu sosial.

"Rasa dekat dan hidup bersama adalah dasar dari solidaritas tujuan berakhirnya adalah kedaulatan."

Di mata Ibnu Khaldun, para nabi sudah dibekali dengan kemampuan alamiah untuk melepaskan dimensi kemanusiaannya. Sehingga derajat mereka naik ke tingkatan tertinggi yakni kemalaikatan.

Karena itu Nabi SAW tidak mau melanggar semua tatanan yang ada. Kalau dilanggar, semuanya akan bubar. Maka, yang namanya Hablum Minannas harus dijaga dan dipelihara. 

Kekuasaan besar yang dimiliki Nabi SAW dengan instrumen-instrumen tidak terbatas itu, tidak dilakukan Nabi SAW untuk mengendalikan orang supaya tunduk padanya. 

Nabi SAW juga tidak pernah meminta perlindungan dari instrumen-instrumen tersebut. Bahkan dalam perang Uhud, Nabi SAW sempat terluka parah seperti gigi geraham patah, bibir bawah sobek, dahi dan kening Rasulullah bercucuran darah. Sebuah lemparan lembing dari musuh bernama Abu Qanaah juga menembus pelindung kepala Nabi SAW. Sehingga besi dari pelindung kepala, tertancap di bagian pipinya.

Dan, kaum muslimin mengalami kekalahan. 

Dalam beberapa kesempatan nyawa Nabi SAW sempat terancam oleh musuh-musuhnya. Namun sekali lagi, tidak ada instrumen-instrumen besar melindunginya. 

Nabi SAW tetap menjadi bagian dari manusia. Berdakwah dengan cara halus, sopan dan sederhana. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain. Dan meminta orang-orang untuk tetap beramal dan menjadi dermawan pada sesamanya. 

Kekuasaan absolut yang sejatinya dimiliki Nabi SAW justru tidak menjadikannya superior. Beliau tidak mau orang-orang mengelu-elukannya. Beliau tidak mau orang-orang menyembahnya. Beliau tidak mau orang-orang mengkultuskannya. Beliau tidak mau orang-orang melindunginya. 

Bahkan ketika semua orang, seperti Nabi Adam AS, Nabi Nuh AS, semua Nabi dan semua manusia pada hari itu sibuk dengan dirinya sendiri di akhirat, justru Rasulullah menjadi satu-satunya orang paling sibuk mondar-mandir di akhirat. Sibuknya luar biasa. Semua dilakukan demi umatnya. 

Ketika sedang di Padang Mahsyar, Rasulullah paling sibuk mencari, "Mana umatku... Mana umatku".

Cinta Rasulullah pada umatnya benar-benar luar biasa. Beliau tidak menyerang umatnya dan meminta perlindungan pada kekuasaan absolut. Yang ada justru beliau melindungi umatnya di dunia maupun akhirat. 

Hingga kini tak ada manusia yang mampu menyamai kemasyurannya dengan segala sumber daya tidak terbatas baik di langit maupun bumi. Tapi, setidaknya kita bisa meneladani perjuangannya. Wallaua'lam.

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim