Itu Bukan Muda, Kawan!

Rosdiansyah/Ist
Rosdiansyah/Ist

BARU dua hari jadi anggota parpol lalu ditasbih menjadi ketua umum parpol tersebut, itu jelas bukan muda. Itu tua, bro/sis! Bahkan tua banget. Proses kayak gitu sudah ada di jaman kerajaan dulu. Lihat saja para raja yang ingin anaknya cepat-cepat jadi calon raja sebelum si raja lengser keprabon.

Maka, yang dilakukan raja adalah mengkondisikan semua yang tunduk padanya. Semua yang hilang akal sehatnya cepat-cepat memenuhi keinginan sang raja. Lalu, alasan pun disebar, bahwa anak muda secara usia biologis perlu diberi kesempatan. Nah, itu alasan sang raja dalam sistem monarki absolut.

Seluruh sistem monarki absolut memakai alasan tersebut. Yang muda (secara biologis), yang berkuasa. Kepada publik lalu diimbau begini, jangan halangi anak muda untuk berkuasa. Beri kesempatan anak muda untuk bertakhta. Muda dalam sistem monarki absolut diukur dari usia biologis. Anggapan mistis yang ditebar para punggawa kerajaan ke publik adalah regenerasi itu penting.

Regenerasi minus pengalaman. Regenerasi defisit keterampilan. Regenerasi tanpa kemahiran. Yang terpenting, ukuran regenerasi hanya usia biologis. Mumpung masih muda, selagi masih muda, sang raja memberinya hak istimewa bersemayam di singgasana.  

Sejarah monarki absolut memang begitu. Itu sunnah monarki. Berbeda dari praktek demokrasi yang tak mengenal praktek dinasti untuk bertarung merebut kepemimpinan. Demokrasi jelas berbeda dari monarki. Demokrasi tidak melihat siapa anak siapa. Sebab, demokrasi membuka peluang bagi siapapun untuk tampil asalkan punya prasyarat kepatutan publik.

Diantara kepatutan publik itu termaktub dalam aturan yang sudah disepakati bersama. Bahwa pengalaman, keterampilan serta kemahiran kontestan telah teruji pada masa sebelumnya. Masa ketika ia mampu bertarung di arena politik minus intervensi orang-tua. Lalu, menunjukkan kinerja unggul, performa bagus serta kapasitas mumpuni.  

Sebaliknya, ketika proses pemilihan hanya menjadi sarana untuk mempraktekkan kembali politik dinasti layaknya kerajaan. Dengan memanfaatkan seluruh instrumen aparatur pemerintahan cum partai politik. Maka itu adalah demokrasi semu (quasi-democracy). Seolah-olah mempraktekkan demokrasi, meski sesungguhnya praktek monarki absolut yang sedang dijalankan.

Periset dari Surabaya