Tim Kuasa Hukum Korban Proyek Wastafel Ajukan 47 Bukti Wanprestasi Bupati Jember

Suasana sidang gugatan proyek wastafel dengan agenda pembuktian oleh penggugat di PN Jember/RMOLJatim
Suasana sidang gugatan proyek wastafel dengan agenda pembuktian oleh penggugat di PN Jember/RMOLJatim

Tim  kuasa hukum  CV Majera Uno Jaya dan CV Gembira Jaya, membuktikan telah terjadi wanprestasi (ingkar janji dalam perjanjian) pengadaan proyek pengadaan bak cuci tangan atau Wastafel tahun 2020, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jember, Rabu (16/3).


Mereka menyampaikan 21 surat, untuk perkara nomor 10 dan 26 bukti surat untuk perkara nomor 11. Selain itu, juga menghadirkan 2 orang saksi.

"Bukti surat itu antara lain ada SP (Surat Pesanan), SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja), ada kontrak, ada surat penagihan dari para rekanan dan bukti kwitansi," kata salah seorang anggota tim kuasa hukum, Ahmad Jailani, dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

"Bukti surat tersebut, menunjukkan bahwa proyek wastafel program penanganan Covid-19, telah dikerjakan 100 persen. Selain itu kontrak dilakukan secara resmi oleh Pemkab Jember, melalui BPBD dan ada hubungan hukum antara penggugat dengan BPBD dan Pemkab Jember," sambungnya.

Dijelaskan Jailani, sesuai alat bukti yang terungkap dalam persidangan, tidak ada mall administrasi. Sebab, proyek tersebut diperoleh secara resmi.

Bahkan dalam penandatanganan kontrak kerjasama tidak dilakukan di jalanan, melainkan di tempat resmi Kantor Pemkab Jember. Selain itu kontrak dilakukan dengan badan hukum seperti BPBD, bukan dengan person atau orang per orang. 

"Berdasarkan alat bukti yang diajukan dalam persidangan, harapan kami agar hak-hak dari penggugat dilaksanakan, dalam artian apa yang belum dibayar supaya segera dibayar oleh lembaga yang berwenang, yakni BPBD," ujarnya.

Sedangkan ketua tim kuasa hukum CV Majera Uno Jaya dan CV Gembira Jaya, Dewatoro S. Poetra, menepis penilaian gugatan salah sasaran. Sebab, yang digugat adalah lembaga bukan person.

"Yang kami gugat adalah BPBD, bukan perorangan," tegas dia.

Dia menegaskan bahwa antara penggugat dan tergugat memiliki hubungan keperdataan.

Selain itu pengerjaan proyek wastafel untuk penanganan Covid-19 berdasarkan pesanan resmi Pemkab Jember, melalui BPBD, yang diperkuat dengan kontrak kerjasama di kantor Pemkab Jember.

"Bukan rekanan, yang meminta pekerjaan tapi pesanan Pemkab Jember. Artinya kami diminta bukan meminta proyek," katanya.

Dewatoro menegaskan telah terjadi wanprestasi pada proyek pengadaan bak cuci tangan (wastafel). Rekanan sudah  melaksanakan kewajibannya (prestasi) 100 persen. Sehingga Pemkab Jember, harus membayar dana pengerjaan proyek senilai Rp368 juta. 

Sementara anggota kuasa hukum tergugat 1 Kepala BPBD dan turut tergugat 1 Bupati Jember, Nurhayati memiliki pandangan berbeda. Menurut hemat dia, berdasarkan keterangan yang terungkap dalam persidangan, bahwa yang melakukan kontrak kerjasama oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tahun 2020, Harifin. Sedangkan gugatan disampaikan tahun 2022, yang PPKnya bukan Harifin lagi. 

"Karena itu, sudah tidak ada lagi hubungan keperdataan penggugat dengan dengan Pejabat PPK tahun 2022. Karena itu, kami menilai gugatan penggugat eror inpersona atau salah orang," jelas dia.

Menurut dia seharusnya gugatan ditujukan kepada Harifin, karena sesuai dengan nama gugatannya, gugatan wanprestasi. Sebab, yang melakukan wanprestasi, yang melakukan kontrak saat itu. 

Sidang gugatan sederhana, yang dipimpin  hakim tunggal pengadilan negeri Jember, Totok Yanuarto selanjutnya menunda sidang Senin (21/3) pekan depan, dengan agenda pembuktian dari tergugat. R]